Oleh Nurul Is Wardani
Di era globalisasi sekarang ini, dengan
semakin mening katnya persaingan antar sesama, banyak orang yang saling
jatuh-menjatuhkan demi mencapai tujuannya masing-masing. Tapi, mereka hanya
memikirkan tentang kepentingan dirinya sendiri. Tak pernah melirik bagaimana
kondisi di sekitar nya. Ketika para pejabat negara berlomba-lomba untuk
memperebutkan jabatan demi duduk sebagai wakil rakyat tapi tak pernah
benar-benar mewujudkan impian bangsa, anggap saja mereka sampah masyarakat.
Di masa sekarang ini, jika kita
membilang-bilang, hanya ada beberapa orang yang memang benar-benar mencintai
dan menginginkan perubahan di negeri ini. Pemuda, tak ada yang tak mengenal
lagi kata ini. Tak ada yang tak mengenal lagi siapa mereka. Ketika masa pra
proklamasi, yang menjadi pendesak Bung Karno untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia adalah kaum pemuda. Di masa ujung tombak era orde baru,
yang menjadi pelopor dan penggebrak runtuhnya orde ini jugalah kaum pemuda. Bahkan hingga masa sekarang ini, yang
menjadi penyampai aspirasi rakyat pun adalah para pamuda.
Akan tetapi, ketika kita mengatakan bahwa
pemuda merupakan benteng terakhir negara ini. Maka akan timbul pertanyaan,
pemuda seperti apa dia? Apa saja yang telah ia berikan untuk bangsanya?
Pantaskah ia dikatakan sebagai benteng? Jawabannya ada pada pemuda itu sendiri.
Pemuda yang berhati merah putih. Pemuda yang bernasionalisme tinggi. Pemuda
yang tidak hanya menawarkan masalah tanpa solusi. Pemuda yang tak hanya terus
berkoar-koar tanpa arti namun tak dapat menunjukkan satu bukit nyata. Pemuda
yang tak hanya mengatakan dirinya sebagai generasi penerus bangsa tapi tak
mampu memberikan setitik solusi bagi bangsanya.
Ketika kita hanya mampu berkoar-koar, mampu
menemukan masalah tapi tak mampu menawarkan solusi, maka sama saja kita dengan
mereka yang duduk enak di kursi jabatannya tanpa pernah memberikan sedikit
sumbangsih
kepada bangsa. Pemuda pergerakan bukanlah mereka yang hanya bisa melakukan aksi
demonstrasi. Tapi mereka yang justru senang melakukan aksi solusi. Demonstrasi
hanyalah sebuah bentuk kritikan dan aspirasi dari luapan emosi. Tetapi, kita
lebih cenderung untuk melakukan hal lain yang mungkin akan lebih jauh
bermanfaat dari hanya sebatas kritik. Menanamkan dalam diri untuk berhenti
menyalahkan pemerintah dan justru bahu-membahu membangun bangsa ini sedikit
demi sedikit. Pergerakan akan lebih terasa nyata jika kita membangunnya dari
yang terkecil, yaitu kesadaran. Kesadaran yang dibangun dari dalam hati.
Kesadaran untuk mewujudkan suatu langkah nyata. Hal ini tidak begitu sulit dan
akan jauh lebih menyenangkan dibanding kita harus berpanas-panasan dan
berteriak-teriak tanpa pernah didengarkan.
Terdapat banyak sekali ruang bagi kita untuk
membangun pergerakan. Pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagai bidang
lainnya. Disinilah substansi dan peran inti kita sebagai seorang pemuda. Tak
hanya menawarkan masalah tapi justru memberikan solusi. Jika kita melihat jauh
lebih dalam kepada bangsa kita, masih banyak sekali sosok dan pelosok yang
memprihatinkan. Pemerintah sendiri tak mampu untuk melirik mereka. Kita,
sebagai pemuda, yang mengaku pemuda pergerakan sudah merupakan tanggung jawab
kita untuk melangkahkan kaki dan mendekatkan diri dengan mereka. Ketika
pemerintah melupakan mereka, wajiblah bagi kita untuk merawat dan memelihara
mereka. Banyak anak-anak yang terlantar, tidak mendapatkan ruang untuk menuai
pendidikan, tidak diberi waktu untuk menikmati masa kanak-kanaknya karena
tekanan ekonomi
*Penulis adalah mahasiswi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar