Breaking News

laporan utama

Minggu, 20 Juni 2010

Perlu Ruang Aktualisasi untuk Membentuk Karakter Perempuan

Laporan: Bajuri
Budaya Patriarki, yang memposisikan Perempuan sebagai imperior dibandingkan pria sebagai Superior dalam kultur sosial masyarakat, menjadi realitas dikekinian. Menyikapi posisi perempuan itu sendiri, Korps HMI-Wati (KOHATI) Sejajaran HMI Cab. Gowa raya, antara lain, Komisariat Tarbiyah dan Keguruan, Syariab h dan Hukum serta, Dakwah dan Komunikasi, menggelar Dialog Publik.
Dialog Publik yang bertema, “Analisa kritis karakter perempuan sebagai pilar perubahan sosio-culture”, menghadirkan pembicara dari aktivis sejumlah organisasi Ekstra Kampus (OMEK) seperti, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Perempuan Mahardika. Dialog yang berlangsung , pada hari Kamis, (10/6), di Gedung W Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Alauddin Makassar.
Muh. Asratillah dari IMM, menjelaskan, berbagai Problem wanita di kondisi kekinian, salah satunya, dijadikannya Perempuan itu sendiri hanya sebagai Objek seksualitas semata.
Selain itu, pandangan masyarakat yang masih meragukan peranan perempuan pada sektor publik. ‘’Pandangan sebagian besar masyarakat dalam menafikkan posisi perempuan di wilayah publik, perempuan hanya mempunyai peranan di wilayah dapur semata, lihat saja sejarah ke-Nabian umat Islam semuanya sejarah laki-laki. Pun dengan sejarah filsafat didominasi oleh kaum pria saja.” Ujarnya.
Lebih lanjut, pria berkacamata ini, mengungkapkan, pandangan masyarakat inilah yang kemudian menjadi kendala dalam emansipasi wanita untuk mengangkat karakter perempuan sebagai pilar perubahan itu sendiri. “Perlu Intreprestasi ulang pada teks-teks suci terutama yang menyangkut permasalahan perempuan”
Hal berbeda dikemukakan, Muh. Hidayahtullah, dari Perempuan Mahardika, Ia melihat perempuan dijadikan objek konsumtif dari media sebagai objek konsumtif sejumlah iklan. “Media hanya sebagai alat hegemoni konsumtif perempuan semata, sehingga tingkat konsumtif perempuan lebih besar dibandingkan pria,” ungkapnya.
Budaya patriarki merupakan ekses dari peranan media yang lebih mengutamakan keuntungan semata (Profit Oriented) tanpa berusaha mengangkat harkat dan martabat, sehingga diperlukannya ruang aktualisasi perempuan untuk membentuk karakter perempuan itu sendiri.
Sementara itu, Nismawati (Aktivis HMI-MPO), melihat bahwa untuk mengangkat karakter wanita sebagai pilar perubahan sosio-culture, menyarankan langkah awalnya dimulai dari lingkup keluarga, ia menilai budaya patriarki di mulai dari keluarga “Konstruksi dari keluarga yang mengajarkan kompromi akan peranan perempuan, sebagai Emperior dibandingkan pria sebagai superior, hal ini tertanam dalam alam bawah sadar kita sebagai perempuan.”
Ditemui secara terpisah, Ketua KOHATI Tarbiyah & Pendidikan, Rahmatia Amda, menjelaskan, “Dialog Publik ini diselenggarakan sebagai ajang untuk memperat kohati sejajaran. serta Mengkaji kembali peran perempuan dalam perubahan kultur sosial dalam masyarakat” Ujarnya seusai acara diskusi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar