Breaking News

laporan utama

Selasa, 31 Desember 2013

Mahasiswa UIN Alauddin Hadiri Dialog Nasional

Laporan | Indra Ahmad Firdaus/Mag
Washilah Online--Politik Institut dan Forum Generasi Bangsa (Forgesa) gelar dialog nasional akhir tahun dengan tema "Kemajemukan Dalam Memperkuat Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" yang mengambil tempat di Hotel Clarion Makassar. Minggu(29/12).

Dalam dialog ini, panitia menghadirkan tiga orang pembicara yang handal dibidangnya, diantaranya Ishak Ngeljaratan (pengamat budaya unhas), Arqam Azikin (pengamat politik unismuh) , serta Dr Akbar Aliv(Kesbangpol Kemendagri).

Dalam kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai Universitas, termasuk dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

"Dialognya sangat menarik dan banyak pelajaran yang bisa dipetik bahwa mahasiswa juga harus mengetahui tentang politik kebangsaan, bukan hanya politik dalam kampus." ujar Baso, salah seorang mahasiswa UIN
Alauddin.

Penguatan Basic Hukum Melalui Praktikum Kompetensi

Laporan | Rahmawati Idrus/Mag

Washilah Online- Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) gelar pembukaan Penguatan Praktikum Kompetensi (PPK) Advokasi Hukum dan Kepanitraan Jurusan Ilmu Hukum Angkatan 2013 di lantai dasar gedung LT FSH Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar senin, (30/12).

Istiqamah SH MH selaku ketua panitia menyampaikan bahwa peserta terdiri dari semester III dan V Jurusan Ilmu Hukum , yang nantinya akan dibagi beberapa kelompok dan masing-masing memiliki pendamping profesional dibidang hukum . “Kegiatan ini akan dilaksanakan satu kali dalam seminggu hingga 16 kali pertemuan. Masalah waktu dan hari itu tergantung oleh pendampingnya mereka,” jelasnya saat menyampaikan laporan ketua panitia.

“Saya sangat berharap dengan diadakannya PPK ini para mahasiswa serius dalam mengikutinya karena PPK wajib untuk semua anak hukum sebab untuk penguasaan Hukum itu bukan hanya materi tetapi juga disertai dengan praktek yang dikeseimbangkan” kata Prof Dr Ali Parman MA


Launching Komunitas Sosial Peduli Bangsa di Panti Asuhan Al-Ilham

Laporan | Saefullah/Mag
Washilah online- Launching Komunitas Sosial Peduli Bangsa(KSPB) di panti asuhan Al-Ilham Gowa, ahad (01/12/2013. Komunitas ini berdiri atas dasar semangat pemuda mahasiswa membantu masyarakat untuk menjadi wada perantara perpanjangan tangan dari mereka yang kurang mampu dan membutuhkan bantuan.


Wada komunitas ini di dirikan dan dikendarai dari gabungan mahasiswa beberapa Universitas di Makassar, antara lain; Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Muhammadiyah (UNISMU), Universitas Islam negeri(UIN) Alauddin.



Menurut Yunus, "Mahasiswa dari Universitas Muslim indonesia(UMI), dan Universitas Hasanuddin(UNHAS) juga punya semangat membangun kegiatan ini, tapi mereka tidak sempat datang launchingKSPB, karena bertepatan dengan adanya kegiatan di kampusnya", namun walaupun mereka tidak hadir dalam kegiatannya, mereka sangat merespon dengan kegiatan KSPB karena suatu komunitas yang bersentuhan langsung dengan Masyarakat, lanjut ungkapnya dalam rapat KSPB di pinggir jalan A.petterani depan Phinisi UNM.



Kedatangan Mahasiswa KSPB mendapat sambutan baik dari Ustaz Latip, Pimpinan Panti Asuhan Al-Ilham, menurutnya kunjungan ini menyingsing perhatian tulus ikhlash dengan rasa peduli sosial bangsa. Dengan kepedulian bangsa, ternyata sangat di harapkan oleh mereka yang terbatas tabir ekonomi atau butuh sambutan tuntunan uluran tangan.



Sesuai gemah suara Ustaz Latip ketika menyampaikan sambutan depan Mahasiswa KSPB di tengah kumpulan santrinya, "saya senang dan berterima kasih pada anak-anak Mahasiswa yang punya kepedulian seperti kalian, memperhatikan adek-adeknya disini, dan saya juga sangat bangga dengan adanya kunjungan komunitas seperti ini, karena dengan kunjungan seperti inilah yang memotivasi adek-adek kalian disini".


Dengan antusias menyampaikan sambutan, dia juga mengatakan dengan penuh harap, "kalau kalian datang cobalah ajari adek-adeknya dengan keterampilan-keterampilan, supaya adek-adek kalian disini juga punya pengalaman dan keahlian untuk berkreasi".



Dalam kegiatan launching KSPB ini juga mendapatakan sumbangan kemudian di serahkan secara simbolis di depan Panti Asuhan oleh Yunus salah satu tokoh penggerak komunitas ini, kepada Ustas Latip pimpinan Panti Asuhan Al-Ilham.



Luncurnya KSPB, dari pihak Panti Asuhan memberikan semangat dengan berharap untuk tetap teguh berdiri di atas garis telapak tangan masyarakat yang membutuhkan lirikan kepedulian sosial dengan selalu membantu menumbuhkan dan mengembangkan semangat ekonominya.







Senin, 30 Desember 2013

Kentut

Oleh | Astrid Rosalina
Gelisah... tak tahu harus kemana, tak ada tempat yang cocok untuk membuang rasa kegelisahan ini. Minta tolong pada teman namun tak ada yang mempedulikan dan menemani lina untuk membuangnya. Kegiatan yang dijalankan lina tersebut membuatnya merasa gelisah dan terus gelisah. Akhirnya dia mencari kesibukan dengan pergi bersama dua orang temannya untuk mencuci alat-alat dapur. 

"Saya ikut cuci piring yah ?," seru Lina.
"Ayo," ajak Yanti dan wati

Mereka berjalan bertiga sambil membawa keranjang yang berisikan alat dapur yang sangat kotor. Cahaya matahari yang begitu panas membuat tiga teman itu mengeluh akan dirinya yang sangat gerah dan tempat membersihkan piringnya pun agak jauh dari tempat kegiatan mereka berlangsung.

Lina terus gelisah, suara yang tidak menyenagkan pun mulai ingin keluar. Dirinya ingin mengeluarkan suara yang jika dikeluarkan akan membuat dirinya sangat malu. Dua orang temannya hanya diam. Seketika, suara tersebut pun keluar, lina tidak bisa menahannya.

MBROTTTTT... lina terdiam, dua orang temannya menatapnya dan berkata “ Heeeee”
lina menjawab,
“Saya yang kentut,” Sambil tertawa malu. Yanti dan wati spontan tertawa terbahak-bahak mendengar suara yang aneh dan ternyata malah lina yang kentut. 

Yanti dan wati terus tertawa, lina juga tertawa malu sampai-sampai barang yang mereka bawa jatuh diaspal dan mereka terduduk diaspal menahan perut nya yang sakit.

"Aduhhhh.... saya kira suara apa... lina- lina" ujar yanti sambil tertawa. "Sebelum kentutmu keluar, bilang-bilang dong kalau kamu itu mau kentut... aduduhhhhhh... lina-lina, perutku sakit (hahahaha)"

"Iyaa, betul itu.. lina lina...(hahahahahaa)," sambung wati
"iya, kapan-kapan kalau saya mau kentut, saya bilang deh... tapi tadi, saya malu mengatakan jika saya mau kentut, jadi saya keluarkan pelan-pelan, ehh,, ternyata suaranya besar.” Timpal  Lina, sambil tertawa malu.

"aduhhhh, lina lina,, sakit perutku," tambah wati
"ya udah, ayo berdiri dan cuci piring, karena panas banget nih," ajak Lina
Yanti dan wati berdiri sambil tertawa dan melanjutkan mencuci alat-alat dapur tersebut, tetapi mereka lupa membawa sabun cuci.

"Aduhhh... sabunnya lupa dibawa," seru Lina
"nggak usah pake sabun, siram pake air aja," sahut Yanti
"aduhh... lina, betulan lucu banget.. sakit banget nie perutku.” tambah wati

"iya, sudah-sudah.. Cuma kamu berdua yang tahu kejadian ini dan Allah SWT. Jangan cerita ke anak-anak yang lain yah, awasss kalian berdua.. ku mohon," pinta Lina
"iya lina.. nggak apa-apa," jawab Yanti dan Wati
Pekerjaan mereka pun selesai, mereka bertiga menuju tempat kegiatan dan masih tertawa mengingat hal lucu yang lina lakukan.

Sumber Gambar: http://2.bp.blogspot.com

Sabtu, 28 Desember 2013

2012

Tersusun dari empat angka
Yang pernah dianggap keramat
Menunjukkan akhir hidup dunia
Sebagai tanda datangnya kiamat

Berlomba-lombalah umat manusia
Mencipta kapal raksasa
Dari blueprint sang legenda Noah
Untuk selamatkan mereka
Yang percaya pada cerita-cerita tua
Akan terjadinya air bah

Namun 2012 telah berlalu
Tepat setahun yang lalu
Tahun 2013 saat ini
Pun akan segera pergi


Ahmad Muhammad Qomar
(Makassar, 27 Desember 2013)

Jumat, 27 Desember 2013

Lensa Hijau, Snap Shot

Liar. Meski tanda larangan terpajang rapi, pemilik kendaraan bermotor di depan Fakultas Sains dan Tekhnologi UIN Alauddin tetap memarkir kendaraannya ditempat yang dilarang. (Luqman/Was)

Warek III: 8 Juta Terlalu Kecil


Laporan | Luqman Zainuddin
Washilah Online--Empat Juta persemester. Inilah dana normal yang diterima setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sejajaran UIN Alauddin Makassar, sayangnya jumlah tersebut dinilai hampir semua pengurus UKM masih terlalu kecil bagi lembaga kemahasiswaan untuk melakukan kegiatan. 

Apalagi mengingat kegiatan UKM tidak lagi menyentuh ranah lokal saja, tetapi juga merambah luar kampus. Lihat saja kegiatan yang dilaksanakan Tae Kwon Do dan Pencak Silat beberapa waktu yang lalu. Mereka masing-masing menggelar kompetisi tingkat nasional, yang membutuhkan dana tidak sedikit, bahkan jauh dari dana yang disiapkan Universitas. 

Kondisi ini juga mendapat perhatian Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Dr Natsir Siola M Ag, ia pun punya penilaian yang sama dengan pengurus UKM "empat juta setiap semester sebagai dana perangsang itu sangat sedikit" kata dia saat membawakan sambutan pada Pembukaan Musyawarah UKM Resimen Mahasiswa (Menwa). Jum'at (27/12)

Dalam kesempatan yang sama, ia juga mengungkapkan kalau pihaknya saat ini sedang berjuang melegalkan beberapa Komunitas yang ada di kampus eks IAIN Alauddin ini menjadi UKM. Meski demikian, kata Natsir Siola, usahanya masih terhalang beberapa pejabat yang menganggap penambahan akan berdampak pada pendanaan.

Drs Alwan Suban, Kepala Bagian Kemahasiswaan, dibeberapa pertemuan selalu menjanjikan penambahan dana UKM hingga 10 jt. Sayangnya, janji tersebut hanyalah janji. Hal inilah yang diungkapkan Ketua UKM KSR, Aguswandi saat berbincang dengan anggota washilah. 

"ahh, sudah lama itu, sudah sejak jaman pak Salehuddin Yasin (WR III era Prof Dr Azhar Arsyad) sampai sekarang tidak ada" kata dia.

Ujian “Kesabaran” Berujung Pujian

Oleh | Rahmawati
Ke Jakarta?, kamu yakin?
Kalimat itu masih terngiang jelas dipikiranku, bahkan ketika aku dan 20 teman yang lain sudah berada di ibu kota negara tercinta, Jakarta. Tepatnya di pertengahan bulan Oktober silam.Tak menyangka mampu menginjakkan kaki di kota impian semua orang, kota yang dulunya hanya angan-angan buatku.

Siang itu Minggu (20/10), sekitar pukul 12.00 WITA, perasaan cemas masih menghinggapi. Pasalnya, pihak program Dahsyat, RCTI belum memberikan kepastian atas rencana kedatangan Kami untuk keesokan harinya, semua terasa simpang siur. Padahal kesepakatan sebelumnya, rombongan Kami akan bertandang ke studio Dahsyat pada pukul 06.00 WIB.

Meski begitu, komunikasi via Handphone terus dilakukan. Pada akhirnya, kepastian itu datang dari Dosen pendamping, bahwa pihak Dahsyat telah mengiakan kedatangan Kami. Alhamdulillah, kata itu menukik dalam hatiku. Semua menjadi jelas dan terang, tambahku, dengan perasaan yang sedikit lega.

Waktu terasa cepat berlalu, jarum jam menunjuk titik 13.00, aku pamit dengan tante, sebagai sosok pengganti orang tua selama berada di rantauan demi mencari ilmu. Terbersit perasaan sedih, ingin rasanya mencium tangan kedua orang tua sebagai tanda permintaan restu akan meninggalkan kota Makassar untuk sementara waktu demi mengejar ilmu di tempat lain. Sayang, lagi-lagi itu hanya angan-angan.

Menunggu kedatangan teman seorang diri, sekitar dua jam, di depan Kampus I UIN Alauddin Makassar tentu bukanlah waktu yang cukup singkat. Terkadang bosan menghinggapi, tetapi semua terasa indah saat membayangkan sudah berada di Jakarta. Pilihan untuk menunggu adalah yang tepat harus kulakukan saat itu, menunggu kedatangan teman yang kebetulan mempunyai kendaraan dan saya pun meminta “nebeng”  ke bandara.

Sampai di Bandara Hasanuddin Makassar, muncul perasaan bahagia menyaksikan wajah teman-teman yang terlihat begitu semringah. Sekitar pukul 16.00, Kami akhirnya melakukan check in dan melewati serangkaian pemeriksaan petugas Bandara.

Bayangan kota Jakarta nan indah lengkap dengan gedung-gedung pencakar langit nan mewah, tugu Monumen nasional (Monas) yang menjadi pusat wisata, berikut kemacetan jalannya adalah serangkaian bayangan di angan siap menjadi kenyataan, terhitung hanya dua jam lagi impian itu menjadi nyata, begitu kira-kira anganku melayang-layang saat berada di pesawat.

Kunjungan ke Jakarta merupakan rangkaian dari Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa jurusan Jurnalistik angkatan 2010, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Memang, PPL di luar kota tak pernah dilakukan semenjak jurusan ini berdiri tahun 2005 silam. 

Kegiatan yang berlangsung selama satu minggu itu menjadi pembuktian akhir dari ujian kesabaran. Jawaban dari setiap tantangan dan rintangan yang harus Kami lewati. “Kenapa jauh-jauh PPL ke Jakarta ? Di Makassar juga bisa,” ujar salah seorang pendidik saat berbagi informasi seputar keberangkatan Kami ke Jakarta.

Sontak muncul perasaan kecewa, tetapi hal itu tak mengurangi semangat Kami. Semangat itu justru terasa semakin menyala saat mengetahui pihak-pihak yang akan menerima Kami di Jakarta menyambut dengan baik. “Terima kasih emailnya sudah diterima dengan baik dan sudah kami teruskan ke Tv One,” kata Suharto, Public Relation Antv, saat membalas email surat permohonan kunjungan yang telah dikirim.

Pada akhirnya impian itu menjadi kenyataan. Hari kedua, kunjungan Kami disambut antusias pihak TV One. Mereka mengajak untuk melihat langsung proses produksi dan siaran program Kabar Siang. Selain itu, hal yang tak kalah membanggakan adalah menjadi bagian dari program yang kini banyak digemari, Indonesia Lawyer Club (ILC) yang dipandu wartawan kawakan, Karni Ilyas. 

Sebelumnya, rombongan Kami juga mendapat tempat khusus untuk melihat langsung program musik pavorit saat ini dengan jumlah penonton (rating) tertinggi, program Dahsyat yang tayang di stasiun Tv RCTI.

Apa yang Kami saksikan di dua stasiun televisi bersiaran nasional ini, menjawab rasa penasaran dan ribuan pertanyaan di benak. Betapa tidak, selama ini ketika mengunjungi stasiun televisi lokal, yang Kami lihat adalah peralatan dan personil yang seadanya. Kadang-kadang, mereka harus melakukan pekerjaan di saat bersamaan. Misalnya, ketika Produser harus melakukan pekerjaan Floor Directoor (FD) di saat yang sama. Suatu pekerjaan yang dianggap terkesan tak profesional dan dipaksakan. Namun, alasan mereka karena kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Fenomena televisi lokal tentu berbeda dengan media elektronik bersiaran nasional. Semua dikerjakan profesional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tugas Produser adalah memimpin seluruh tim produksi sesuai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Sedangkan seorang FD merupakan pimpinan di studio, ia bertugas sebagai telinga, mata, dan mulut seorang Program Directoor. FD bertugas pula berkomunikasi dengan para pengisi acara.

Perbedaan itu juga terlihat jelas pada kompetensi atau SDM yang dimiliki setiap crew. Seperti yang terlihat pada stasiun Trans TV dan Trans 7. Mereka yang bekerja di dua stasiun  program komedi Yuk Kita Sahur (YKS) ala Trans TV, juga didukung tenaga-tenaga muda yang kreatif.

Tidak hanya di industri pertelevisian, industri medium elektronik yang juga mengedepankan kerja profesional dan kreatif ada pada Radio. Radio harus mampu bertahan di tengah persaingan industri media massa yang ada. Inovasi program terus dilakukan demi menarik perhatian pendengar lebih-lebih pengiklan. 

Hari itu, Kamis (24/10), hujan rintik di tengah kepadatan lalu lintas ibu kota Jakarta tak menghalngi semangat Kami bertemu pimpinan I-Radio Jakarta. Meski terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah ditetapkan akibat terjebak macet, ternyata pihak I-Radio menyambut dengan penuh kehangatan.

Sekitar pukul 20.00 WIB, Kami tiba di lantai delapan gedung Sarinah Thamrin, Jakarta Pusat, lokasi I-Radio mengudara. Sesaat kemudian, Kami disambut Program Directoor, I-Radio, Nino Budiyanto. “ Suatu kebanggaan, teman-teman dari Makassar memilih I-Radio sebagai salah satu lokasi kunjungan, “ kata pria bertubuh tambung itu.

Perjalanan Kami memang tak berhenti pada media elektronik, tetapi juga ke media cetak dan media online. Saat itu, Kami tak lupa mengunjungi surat kabar terbesar ketiga di Indonesia, koran Seputar Indonesia (Sindo) dan media online-nya sindonews.com. Sungguh petualangan mencari pengetahuan yang tak akan terlupakan.

Menjelang akhir petualangan, cuaca langit Jakarta hari itu terlihat mendung bahkan hujan sempat turun. Lagi-lagi tak ada kata untuk patah semangat. Rasa lelah terbayar dengan petualangan di tempat berbeda. Yah, apalagi kalau bukan petualangan menikmati pusat-pusat wisata dan belanja kota metropolitan ini.  

Kesabaran Kami menghadapi tantangan menjelang keberangkatan hingga berada di lokasi kunjungan seolah terbayar dengan hasil yang didapatkan. Maka, kalimat “ Permintaan kamu aneh!, surat itu harus yang rapi, mulai dari  kalimatnya, spasi, rata kiri dan kanannya, soalnya ini mau dikirim ke Jakarta kan?, atau ungkapan, ke Jakarta? Kamu yakin?, seolah terjawab dengan euforia yang Kami berikan, hingga kunjungan Kami pun menjadi buah bibir di kampus.

*Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik, Semester VII, Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar.

Siap-Siap, Empat Layanan CDMA Gulung Tikar 2014


Laporan | Redaksi
Washilah Online--Anda pengguna layanan Fixed Wireless Access (FWA) berteknologi Code Division Multiple Access (CDMA), sebaiknya anda memperhatikan informasi berikut. Sebanyak empat layanan yang menggunakan teknologi tersebut diantaranya Flexi, StarOne, Hepi, dan Esia dipastikan gulung tikar 2014 mendatang.

seperti dilansir http://www.merdeka.com, tidak adanya penambahan jumlah pelanggan, jaringan dan kegiatan pemasaran dinilai menjadi faktor utama dari hal ini. Pada layanan Flexi, Telkom ternyata tak kuasa menahan penurunan jumlah pelanggannya, 

StarOne juga bernasib sama dengan Flexi. Meski pelanggan yang tersisa hingga saat ini masih 3.000 nomor, namun bisa dipastikan kalau nomor-nomor tersebut tidak semuanya aktif. Indosat juga sudah menghentikan pembangunan jaringan untuk StarOne sudah lama.

Berbeda dengan Hepi milik Smartfren, sejak awal produk ini sudah dianak tirikan oleh smartfren, terbukti dari tidak pernahnya disinggung terkait pemasaran dan promosinya. Wajar saja, karena lisensi Hepi pun diberikan hanya sebagai kompensasi pemindahan Flexi dan StarOne ke pita 800MHz.

Dari keempat CDMA yang akan gulung tikar, Esia lah yang paling parah, BTS-nya di daerah bahkan sudah dicabut oleh penyedia menara, dan tidak ada lagi penambahan jaringan baru, sehingga langkahnya yang sudah gontai makin limbung, hutang pun membelit Esia.

Dulu, tarif murah selalu menjadi andalan operator FWA CDMA, meski sinyalnya buruk. Namun sekarang, tarif GSM pun sudah setara dengan CDMA, dan tentunya, dengan sinyal dan jangkauan yang lebih baik.

Sementara itu, Kondisi layanan seluler dari Smartfren jauh lebih baik. Karena jumlah pelanggannya terus tumbuh, melalui strategi memasarkan smartphone CDMA sendiri. Jumlah pelanggan Smartfren menjadi yang terbanyak, yakni 12,5 juta orang, dimana 4,1 juta diantaranya merupakan pelanggan data.

Namun, Smartfren juga tidak bisa bertahan lebih lama, karena CDMA tidak akan berkembang, apalagi tak ada lagi vendor telekomunikasi yang mau memproduksi perangkat CDMA. Jalan satu-satunya adalah segera bermigrasi ke LTE meskipun untuk itu butuh biaya besar, seperti dikutip di http://www.merdeka.com/

Editor: Luqman
Sumber: Merdeka.com

Kamis, 26 Desember 2013

Hujan...

Oleh | Miftahul Khaeriyah
Aku membaca hujan
dengan tafsir kegelisahan
Mencari penuh Kesadaran
Tentang Tuhan dan kehidupan..

Kupikir,akhiri saja malam ini
karena banyaknya tubuh meringkuk layaknya mati
yang pucatnya sampai di ujung jari
dan bulu kuduk bergidik ngeri..

Kupikir,adakah hujan akan mengerti
bahwa aku lelah menanti
tentang sesuatu yang tak pasti
ditikam saudara se-tanah air sendiri..

Mungkin Tuhan mencoba mengingatkan
mengirin pesan lewat hujan
dan sedikit uluran tangan
bahwa manusia harus memiliki ketakutan..

(25 des 2013, 08.10 pm)

Kebut UAS, Fasilitas Tidak Mendukung

Laporan | Anugrah Reskiani
Washilah Online--Memasuki akhir perkuliahan semester ganjil, beberapa jurusan di Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar kebut-kebutan melaksanakan final akhir semester, walaupun tidak mengikuti jadwal final kalender akademik.

Sayang, kondisi ini tidak didukung dengan sarana dan prasarana. Diantaranya adalah Lembar Jawaban (LJ) yang tipis dan mudah sobek, serta bangku perkuliahan yang digunakan untuk ujian sebagian besar rusak, dan tidak memiliki meja lagi.

Beberapa mahasiswa pun mengeluhkan kondisi ini. Hendra misalnya, ia menilai, pihak fakultas tidak serius memfasilitasi UAS “lembar jawabannya jelek sekali dan mudah robek, saya harus menggati lembar jawaban dan menulisnya ulang padahalkan seharusnya pihak Fakultas menyiapkan kertas yang lebih layak karena kita kuliah kan juga bayar mahal-mahal” kata dia. Senin (23/12/13).

Selain kertas, bangku perkuliahan pun ikut berpartisipasi mendukung ketidaknyamanan mahasiswa dalam ujian. Sebagian besar kursi sudah tidak memiliki meja lagi, sehingga  mahasiswa terpaksa mengalih fungsikan kursi menjadi meja sebagai alas tulis.

“kondisi ini sangat menyulitkan, karena kita tidak bisa menulis dengan nyaman, dan saya terpaksa menulis beralaskan kursi dan saya duduk melantai karena kursinya rusak semua” jelas Rahmawati yang juga peserta UAS.

Seharusnya, lanjut dia, pihak fakultas lebih memperhatikan kondisi fasilitas kampus demi menunjang kelancaran perkuliahan.

Meski demikian kebanyakan mahasiswa mengaku senang dengan jadwal UAS yang dipercepat. “kami malah lebih senang kalau UAS-nya dilaksanakan lebih dulu dari kalender akademik, karena kita bisa libur semester lebih awal” jelas Janni ketua tingkat Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH).

Sosok Wanita Penenun di Uang Rp 5000

Laporan | Redaksi
Washilah Online--Ada yang tahu siapa sosok wanita penenun yang bersanding dengan Imam Bonjol pada uang pecahan Rp 5000.

Dia adalah Natasha Annestessya. Wanita yang akrab disapa Ceci itu berumur 17 tahun saat ia menjadi model pengrajin tenun Pandai Sikek. Dari 80 kontestan yang mengikuti pemotretan, Ceci kemudian lolos dan menjadi model penenun di uang lima ribu tersebut.

Menurut ibunya, Anna Tuturaima, saat Ceci berumur 17 tahun dirinya mengikuti pemotretan dengan alat penenun Pandai Sikek, alat tenun Sumatera Barat yang dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Percatakan Uang RI (Peruri). saat itu, Ceci adalah mahasiswi semester tiga  Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI).

"Sambil pemotretan dia juga di tanya-tanya. terpilih untuk disandingkan dengan Teuku Imam Bonjol," ucap Anna, ibu Ceci saat ditemui, Kamis (26/12/2013), seperti dilansir oleh http://makassar.tribunnews.com/.

Menurut Anna, Ceci adalah anak yang patuh dengan orang tua. Selama menjalani kuliah, sebagian besar uang kuliahnya ia tanggung sendiri yang sebagian besar bersumber dari beasiswa yang didapat. "Dulu ibu paling bayar 400 ribu untuk bayaran kuliahnya, sisanya dia yang bayar. Ceci enggak pernah nyusahin saya. Dia tahu, dulu saya hanya pegawai negeri kecil. Bahkan sampai menikah Ceci enggak pernah nyusahin," ucap Anna.

Saat Ceci bekerja di salah satu perusahaan swasta Jakarta, Ceci tak pernah absen menelpon ibunya menanyakan apa yang ibunya masak.

Sejak 7 tahun yang lalu, saat berumur 25 tahun Ceci yang menikah dengan David yang keturunan Amerika dan tak pernah kembali ke Indonesia.

Dari cerita ibunya, Ceci tergolong anak yang pintar, saat SMA, peraih terbaik TOEFL se-SMA dengan skor 600 dan pernah menjadi karyawan terbaik di Amerika.

pernah cerita kalau menang apa, lolos apa, dia enggak mau cerita. Dia bilang, itu biasa saja enggak usah di cerita-ceritain," ucap Anna, seperti dikutip di

Editor: Luqe

Rabu, 25 Desember 2013

‘Taman Kampus Menjadi Kolam Renang

Laporan | Aam Srialam/Magang
Washilah Online--Pemandangan menarik terlihat di taman kampus UIN Alauddin Makassar, Senin (23/12) siang, tepatnya di kolam belakang perpustakaan, tiga orang anak yang sedang bermain air dan berenang mengelilingi kolam sambil menikmati air di kolam tersebut. 

"awalnya kita Cuma main-mainji kak di pinggir kolam, tapi karna mulai penuh airnya karna hujan, makanya kepingin ka juga sekalian berenang disini," kata Fitri, salah seorang anak yang sedang bermain di kolam taman kampus. 

Meski air kolam tampak kecoklatan dan beraroma tidak sedap, tiga anak ini tetap asyik menikmati dan bermain di kolam tersebut. Mereka pun menjadi tontonan mahasiswa duduk di taman. 

"kebetulan tadi saya lewat dan melihat anak-anak ini sedang bermain di dalam kolam karena terlalu menarik dan lucu melihat mereka , saya akhirnya duduk dan menonton mereka, yah sedikit istrahat dan melepas lelah di taman’’ kata Kayyum (19 tahun) mahasiswa pendidikan Biologi semester V.

Jangan salahkan si Banjir

Oleh | Nurul Is Wardani/Magang
Setiap penghujung akhir tahun , di Indonesia kerap kali ditimpa bencana banjir. Banyak orang yang mengeluhkan hal ini. Timbulnya berbagai macam penyakit dan terhambatnya berbagai macam aktivitas. Banjir juga berpotensi meningkatkan kemalasan pada seseorang. Kerap kali banjir dijadikan sebagai alasan untuk menghindari pekerjaan. Banyak yang bolos sekolah juga dengan menggunakan alasan banjir. Yah, banjir memang banyak membawa dampak yang buruk bagi aktivitas hidup manusia.

Tapi, cobalah kita menoleh kebalakang mengenai aktivitas hidup manusia itu sendiri. Ketika musim kemarau, kita bisa melihat berbagai macam tumpukan sampah yang dibuang di selokan, di got, bahkan di sungai. Manusia hanya bisa membuang dan membuang. Tanpa memikirkan dampak kedepannya akan seperti apa. Sementara, ketika musim hujan datang, dan banjir melanda, mereka terus mengomel dan menyalahkan si banjir. Salahkah banjir jika datang ketika mereka diundang?

Kita sebagai ummat manusia yang mengaku cinta lingkungan, ketika musim hujan datang dan banjir melanda tidak patutlah bagi kita jika hanya terus mengeluh, mengomel dan menyalahkan banjir. Apa yang terjadi hari ini adalah akibat dari apa yang kita lakukan dihari kemarin. Maka dari itu, dibutuhkan kesadaran penuh bagi kita. Jangan hanya menyalahkan dan menganggap bahwa banjir adalah sebuah masalah. Tapi, jadikanlah banjir sebagai motivator bagi kita kita agar tetap bersemangat menjalani aktivitas sehari-hari, dan jadikanlah banjir sebagai pembelajaran bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan tetap terus mebuang sampah disembarang tempat

Selasa, 24 Desember 2013

Coboy Campus

Oleh | Ruslan
Jangan Tanya kapan aku selesai kuliah…!
Ada ucapan yang biasa malahan sering di katakan oleh family di rumah, kapan kamu selesai kuliah nak udah bertahun-tahun merantau di negri orang kok belum kunjung datang juga berita bahagia. Teman-teman sejawat sudah pada pulang semua, bahkan mereka sudah bekerja di berbagai institusi pemerintahan, pengusahan, guru, dosen dll.

Sebagai orang tua kami ingin sekali menghadiri acara wisuda mu nak, di hari itu bapak akan bertepuk dada bahagia sekaligus bangga memiliki anak yang berstatus sarjana, tapi hari bahagia itu kapan nak kami cukup sabar menunggu. Kata-kata dari keluarga di kampung halaman menjadi mantra jampi-jampi berkelinding di relung-relung ingatan, bak seonggok batu beton yang menempel.

Pikiran gusar, hati tak tenang dan matapun setiap malam hampir tak pernah memejamkan barang sedetikpun. Betapa tidak, pesan orang tua agar cepat menyelesaikan sarjana bak petir di siang bolong. Tujuh tahun di kampus bukanlah waktu yang sebentar, sekian lama berada di dalam kampus rasanya baru-baru saja kemarin menginjakkan kaki di kampus ini. Desakan dari keluarga cukup luar biasa kerasnya, sementara kalau di lihat-lihat masih banyak mata kuliah yang belum kelar. 

Secara normatif seseorang dapat menyelesaikan kuliah selama empat tahun (delapan semester), dan aturan sekarang mengharuskan memberikan rease waktu yang cukup lama yaitu tujuh tahun. Kalaupun tidak dapat menyelesaikan secara tepat waktu maka tak heran kita akan sampai tujuh tahun. Memang sebagian teman-teman mahasiswa berpendapat bahwa waktu empat tahun di kampus tidaklah cukup sebab waktu tersebut sangatlah singkat, sementara mahasiswa ingin menggali ilmu sebanyak mungkin dan mencari pengelaman seluas-luasnya. 

Jangan Tanya kapan aku selesai kuliah, sebab pertanyaan itu harusnya kamu ubah dengan pertanyaan “di tempatkan dimana para sarjana-sarjana muda selama ini?” apakah dapat menjamin seorang sarjanawan yang baru saja wisuda mendapatkan atau memperoleh pekerjaan yang layak sesuai dengan title di dadanya yang di bangga-banggakan, kalaupun di ambil oleh beberapa perusahaan multynasional luar negri yang berada di Indonesia paling-paling ia hanya di jadikan sebagai tenaga (buruh) murah yang terampil. Di pekerjakan di perusahan asing dengan gaji pas-pasan bukanlah suatu yang harus di banggakan, sebenarnya kita harus marah dengan bejibunnya perusahaan asing di Indonesia yang menjarah, merampok (eksploitasi) sumber daya alam melebihi batas-batas normal, yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan terjadihnya erosi, banjir, longsor dll oleh karena perut bumi yang kosong.

Lalu akan kemana sebagian para sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan? Mungkin saja pada saat wisuda mereka mendapatkan IPK 4,00 dan lulusan terbaik, dan mendapatkan penghargaan dari sana sini datangnya. Patut memang di banggakan memperoleh IPK 4, sebab ini adalah hasil kerja kerasnya selama masa kuliah. Berbanding lurus kah prestasi akademik dengan kehidupan social kemasyarakatan? Dapatkah mereka menyelesaikan persoalan yang ada ditengah masyarakat yang begitu komplesk dengan keanekaragaman suku, bahasa, agama, budaya dll.

Mengutip Antonio gramsci seorang tokoh partai komunis italia yang semasa hidupnya sebagian besar ia habiskan waktu di dalam penjarah. Ia membagi dua kategori intelektual, pertama intelektual tradisional yaitu para ilmuwan yang asik duduk di meja kerjanya yang setiap hari bergelut dengan teori-teori, dan terkadang mereka mengumpat dan mengkritik saja akan tetapi tidak pernah turun secara langsung di kehidupan masyarakat untuk menyelesaikan problem yang ada.

Mereka hanya asik duduk di menara gading yang jauh dari realitas social. Dan yang kedua intelektual organic, mereka adalah orang-orang yang turun secara langsung di lapangan untuk menyelesaikan masalah masyarakat, mereka dekat dengan realitas social dan memainkan peran-peran intektualnya. Dari uraian di atas gramsci menganjurkan agar menjadi intelektual organic bukan intelktual tradisional yang berada di menara gading yang semata-mata menyaksikan saja permasalahan tetapi tidak menyelesaikannya. Semua orang adalah intelektual tapi tidak semua orang berperan sebagai actor intelektual. 

Penulispun berkesimpulan bahwa teman-teman mahasiswa sebagai di atas, mereka tergolong intelektual tradisional yang sangat jauh dari realitas social. Sebab kesehariannya hanya mengikuti normativitas perkuliahan sehari-hari, datang ke kampus, menerima mata kuliah, kerja tugas makalah, ujian dan dapat nilai. Aktifitas tersebutlah yang di jalaninya setiap hari. Mereka di sibukan dengan tugas-tugas yang numpuk, dan di jauhkan dengan realitas yang sesungguhnya

Padahal mahasiswa dan masyarakat harus menjadi kolega yang harmonis, memang teori kita dapatkan di kampus tetapi prakteknya adalah di masyarakat sebab disitulah laboratoriumnya. Coba kita saksikan reaksi dan aksi teman-teman mahasiswa yang cenderung mandapatkan IPK 4 atas persoalanyang ada, seperti kenaikan harga BBM, tambang, korupsi, kejahatan hukum, mafia pajak dan sederet kasus lainnya. Mereka anti pati bahkan mencemoh sebagian mahasiswa yang memperjuangkan haknya dan hak masyarakat, bahkan kritikannya cukup pedas ketika melihat aksi anarkis, pembakaran ban dll. Padahal kalau di pikir-pikir dengan IPK yang ia dapatkan yang sangat tinggi seharusnya dialah yang pertama kali sadar akan keadaan tersebut dan mengajak teman-temannya untuk melawan.

Malahan yang terjadi adalah kebalikannya, mereka menjadi intelektual tradisional. Artinya pengetahuan yang mereka dapatkan tidak berbanding lurus dengan actionnya. Lalu muncul pertanyaan, untuk apa cepat selesai kuliah jikalau hanya menjadi manusia yang tidak berguna seperti mereka. Justru hanya menambah beban Negara dengan adanya pengangguran dimana-mana.

Aku masih sayang kampus, itulah alasan yang paling masuk akal mengapa sebagian mahasiswa tidak mempersiapkan diri untuk menyusun skripsi, yaitu kampus masih sayang sama aku dan tidak membiarkan aku keluar atau malah sebaliknya akulah yang masih mencintai kampus. Sehingga niat untuk menyelesaikannya tak kunjung datang. Ini bukan suatu klise untuk membenarkan tindakan yang ambil tetapi ini benar dalam perspektif sebagian yang mempercayainya. Walaupun sebagian mahasiswa dan dosen tidak setuju dengan pernyataan di atas, namun tak bisa di nafikan bahwa sebagian dari mereka menyetujuinya.

Kampus bukan semata-mata media untuk belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, melainkan juga kita membuat rangkaian dunia kecil yang di dalamnya di isi dengan hal yang menurut kita baik.

*Penulis adalah mahasiswa Jurusan ilmu politik 
Fakultas ushuluddin filsafat dan politik

Minggu, 22 Desember 2013

Prof Dr Samiang Katu: UIN Alauddin Kampus Politik

Laporan | Asrul/Redaksi
Washilah Online--Banyak kalangan menilai Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin saat ini sudah beralih fungsi. Satu diantaranya adalah guru besar Fakultas Usluhuddin, Filsafat dan Politik, Prof Dr Samiang Katu MA. Ia menganggap UIN Alauddin saat ini sudah berubah dari kampus akademik menjadi kampus politik.

"Saat ini UIN Alauddin bukan lagi kampus Akademik tapi kampus Politik," kata dia saat membawakan materi pada Seminar dan Temu Alumni Fakultas Usluhuddin, Filsafat dan Politik  

Sayang, saat dimintai keterangan lebih lanjut terkait alasannya menyebut kampus eks IAIN ini sebagai kampus politik, Suami dari Drs Sahira Iskandar Sam ini enggan berkomentar lebih "saya tidak akan bicara mengenai ini di media" jelasnya.

Sebelumnya, saat kedatangan beberapa tamu nasional, beberapa Short Massage Service (SMS) sempat masuk ke Handphone rektor UIN Alauddin, Prof Dr Qadir Gassing MA yang sebagian besar berisi kecaman politisasi kampus. “Sebelum Pak menteri Agama dan Pak Mahfud datang saya mendapat beberapa SMS yang isinya mengatakan jangan ada politisasi kampus” jelasnya.

Menjawab hal tersebut, ia menjelaskan kalau kedatangan temu nasional ini semata-mata sebagai kegiatan akademik, bukan poliitik.


Lensa Daeng Hermanto

 Heboh. Pertunjukan dadakan ala Sanggar Seni Budaya ESA menghebohkan Cafetaria di belakang Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin. Kamis (19/12). (Muh Yunus/was)


Prof Mardan: Uang Rp 5000, Kuliah Sampai Selesai

Laporan | Luqman/Ahmad Safrudin
Washilah Online--Menjadi Seorang Dosen, Guru Besar, serta Dekan tak pernah terfikirkan oleh pria kelahiran Maros 12 November 1959 silam ini. Dirinya yang terlahir dari keluarga petani bahkan hanya bercita-cita menjadi seorang yang bergelut di bidang Cetak mencetak.

Dulu, sebelum mengambil prodi Bahasa dan Sastra Arab di UIN Alauddin, dirinya pernah merasakan bangku perkuliahan selama tiga bulan di Jurusan Bahasa Inggris Universitas Hasanuddin, sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah lantaran sang Ayah yang tidak menyetujuinya untuk berkuliah di universitas tersebut.

“kalau bukan di Perguruan Tinggi berlatarbelakangkan Islam, saya tidak akan biayai kuliahmu,” ujar Prof Dr Mardan kepada Crew Washilah saat mengulang kata-kata ayahnya dulu. Mardan muda akhirnya pindah, dan memutuskan IAIN Ujungpandang (Sekarang UIN Alauddin Makassar) sebagai tempat berlabuhnya selanjutnya.

Kala itu ia terbilang nekat saat memilih jurusan, dirinya yang sejak dulu hanya bersekolah di Sekolah biasa yang sama sekali tidak memiliki background Islami, memutuskan untuk memilih Bahasa dan Sastra Arab di Fakultas Adab dan Humaniora “supaya saya gampang masuk, jadi saya tanya, jurusan apa yang kurang peminatnya? Nah kebetulan BSA waktu itu pendaftarnya hanya tiga orang, jadi saya putuskan untuk memilih jurusan ini” ungkapnya.

Bukannya tanpa ujian, baru saja menginjak tiga bulan ia berkuliah di BSA, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, membantu orang tuanya bertani dan berhenti kuliah. Tidak mampu menyesuaikan diri dan merasa tidak bisa berbahasa Arab lah yang menjadi alasannya waktu itu.

Betapa tidak, dirinya yang tak pernah mempelajari bahasa Arab sejak di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas kini hari-harinya harus berhadapan dengan bahasa yang baru ia temui diperguruan tinggi.

Namun apa yang didapatnya, orang tuanya kemudian berpesan kepada Mardan untuk melanjutkan kuliahnya. Ibunya bahkan menitipkan sebuah pesan yang akhirnya menjadi penyemangatnya “tidak ada orang yang  pintar, tanpa proses belajar, professor sekalipun seperti itu, memulai dari tidak tahu” ungkapnya.

"Saya juga hanya dikasi uang Rp 5000 untuk kuliah sampai selesai" kenangnya.

Berbekal pesan tersebut, serta tekad yang kuat akhirnya ia menjadi mahasiswa lulusan terbaik dan menjadi satu-satunya diantara teman-teman sejawatnya di jurusan tersebut yang tercepat meraih gelar Sarjana, yang  rata-rata mereka berasal dari pesantren dan Madrasah.

Satu yang selalu ia katakan tentang apa yang ia alami selama ini, bahwa yang menjadi pegangannya sampai saat ini adalah bakat dan minat itu datang dengan sendirinya dibarengi dengan usaha dan kerja keras.
Kuli Bangunan dan Tukang Semir Sepatu

Tak ada kesuksesan yang diraih dengan mudah, inilah yang dirasakan pria yang dikenal ramah ini sebelum apa yang diraihnya sekarang. Siapa sangka, Bapak satu anak ini pernah mencicipi kerasnya hidup sebagai seorang Kuli Bangunan, dirinya yang terlahir hanya dari seorang petani menjadi satu dari beberapa alasan yang membuatnya memilih pekerjaan ini.

Tak sampai disitu, suami dari Dra Mukhmina ini, bahkan menjadi tukang semir sepatu untuk menambah uang perkuliahan. Tak lama kemudian, rejeki kemudian mulai berpihak padanya, beberapa Dosen kala itu kemudian melirknya, tak sedikit dari mereka yang memanggilnya untuk menjadi guru Mengaji untuk Anak-anak mereka. 


Kurang Kursi, WD III Syariah akan Siapkan Karpet

Laporan | Burhan
Washilah Online--‘Dilarang Duduk Di Tangga’ adalah satu dari beberapa aturan yang tetapkan Birokrasi Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, sayangnya aturan itu dianggap beberapa kalangan sebagai aturan yang tidak sesuai.

Dr Muh Wahyuddin A SE MSi misalnya, Dosen di FSH ini mengatakan seharusnya Birokrasi fakultas menyiapkan fasilitas tempat duduk sebelum menetapkan aturan “seharusnya Fasilitasnya dulu dong yang dilengkapi, baru diadakan aturan seperti ini, supaya mashasiswa juga tidak terkena imbasnya” kata dia.

Selain dosen, mahasiswa pun mengeluhkan hal yang sama, A Wahyudi salah satunya. Ia mengatakan kalau dirinya terpaksa duduk di tangga karena kursi yang ada di Loby sudah penuh. 

"ruang kuliah saya dekat dari sini makanya saya duduk disini untuk menunggu dosen yang akan masuk" kata mahasiswa Jurusan Peradilan Agama Semester I, pasrah.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan bidang kemahasiswaan, Drs. Hamzah Hasan M.Hi, menjelaskan kalau aturan yang dibuat birokrasi fakutas  dibuat untuk kenyamanan mahasiswa dan dosen yang melintas ditangga. Meski demikian, ia tetap mengakui kalau fasilitas penunjang tidak memadai "aturan itu di buat agar tidak mengganggu mahasiswa maupun dosen yang mau lewat di tangga tersebut. Meskipun, jumlah kursi di loby terbilang masih kurang disbanding jumlah mahasiswa” kata dia. 

"Insya Allah akan saya usahakan pengadaan karpet dan meja di loby agar mahasiswa bisa duduk melantai sambil belajar" tambahnya. Sebelumnya, penetapan aturan ini memang sudah diterapkan sejak beberapa bulan yang lalu.

Foto by Muh Yunus

Sabtu, 21 Desember 2013

Anak Jalanan Adalah Anak Semua Bangsa

Oleh | Nurul Is Wardani
ANAK JALANAN. Mendengar kata itu, yang terbesit dalam pikiran kita adalah mereka yang mengamen dan meminta-minta dijalanan. Tanpa pernah kita sadari bahwa sesungguhnya mereka semua adalah generasi penerus bangsa. Harapan dan tumpuan negara ini. Lantas, mengapa mereka sekan terabaikan? Hadirnya seakan benalu dan beban negara. Image yang muncul bagi mereka selalu buruk. Orang-orang biasanya hanya bisa mengatai dan men-judge anak jalanan sebagai anak-anak yang bodoh, tidak berpendidikan, yang bisanya hanya meminta-minta.

Ada juga yang mengatai mereka nakal dan kasar. Tapi, pernahkah kita sekali saja berpikir bahwa sesungguhnya merekalah harapan bangsa kita? Bukankah salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Lantas, ketika mereka dibiarkan bergelantungan dijalanan tanpa pernah menginjak yang namanya jenjang pendidikan, tak adakah rasa malu dalam diri kita sendiri? Kita menganggap bahwa kita adalah orang-orang berpendidikan, orang-orang berilmu, tapi tak ada sedikitpun gerak dalam hati kita untuk berbagi kepada orang lain, maka sia-sialah segala ilmu yang kita miliki. Karena sesunguhnya, ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang kita bagikan kepada orang lain. Entah siapapun itu, dan tentunya memiliki tujuan yang baik. Tak akan ada gunanya ketika kita memiliki banyak pengetahun namun hanya kita nikmati sendiri. Semua hanya akan seperti sampah yang bersarang dalam tengkorak kepala kita.

Kembali ke anak jalanan, kita semua tahu bahwa mereka hidup dengan garis ekonomi rendah. Untuk makan sehari-haripun masih sulit. Bahkan, usia bukanlah masalah untuk bekerja. Sampai-sampai tak jarang dari mereka yang harus mengorbankan sekolahnya hanya untuk berjualan koran dipinggir jalan. Padahal sesungguhnya, jika mereka bisa mendapatkan didikan dan ajaran yang baik, mereka bisa saja menjadi juara pertama dikelasnya. Fajrin misalnya, seorang anak berusia delapan tahun yang setiap harinya harus berjualan koran dijalan. Padahal sekarang ini, ia telah duduk dibangku kelas dua SD. Tapi karena tuntutan ekonomi,dia harus membantu orangtuanya mencari nafkah dengan berjualan koran. Padahal, anak ini seorang anak yang cukup cerdas. Dia sudah mampu menulis dan membaca.

Dibanding teman-temannya yang lain,dialah yang paling muda. Tapi, boleh dikata dialha yang paling pandai dalam berhitung. Diusianya yang masih delapan tahun, dia sangat lihai dan sigap berhitung. Dia juga sudah mampu berhitung dalam bahasa Inggris. Tentunya, apa yang dimiliknya tidak boleh hanya sebatas itu saja. Dia butuh wadah dan tempat yang layak untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya. Jika terus diasah, dia bisa saja menjadi juara kelas. Ketika kita memberinya pertanyaan Matematika tentang perkalian, dia sudah mampu menjawabnya dengan benar. Selain Fajrin, ada juga Ayu. Ayu ternyata memiliki bakat yang berbeda dengan Fajrin. Dia sangat cakap dalam membaca.

Diantara teman-temannya yang lain, dialah yang paling lancar membaca. Fajrin dan Ayu adalah dua diantar beberapa anak lainnya yang menjadi anak didikan Rumah Pelangi Kardus disingktat Rumah PEKA.

Rumah Peka adalah salah satu lembaga di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang menangani anak jalanan. Lembaga ini diketuai oleh Ardiansyah. Mahasiswa jurusan Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik. Kehadiran Rumah Peka bagi anak jalanan bagaikan membawa sedikit titik terang bagi mereka. Ketika Fajrin yang berkata bahwa tidak mungkin bagi dia untuk sekolah ditingkat lanjut, maka Rumah Peka akan berkata bahwa tidak mungkin dia hanya akan tingggal diam melihat salah satu permata bangsa kita harus kehilangan haknya untuk belajar. Disinilah peran kita sebagai seorang mahasiswa yang mangaku cinta tanah air. Bukan hanya untuk mencerdaskan diri kita sendiri, tetapi mencerdaskan orang lain adalah suatu pekerjaan yang jauh lebih mulia. Terlebih lagi jika mereka adalah benih-benih permata bangsa kita. Ketika orang lain hanya bisa berkomentar dan menilai buruk tentang kondisi negara ini, maka Rumah Peka telah mengambil tindakan lebih dulu untuk memperbaikinya, yang dimulai dengan mendidik, mengajar dan mengembangkan kreativitas anak jalanan. Kesuksesan seorang pengajar adalah ketika siapa yang diajarnya bisa lebih sukses dari dirinya. Kehadiran anak jalanan bukanlah sebuah benalu atau maalah dalam sebuah negara. Tetapi, mereka adalah anak-anak bangsa yang justru harus diberi perhatian lebih dari pemerintah, dan masayarakt sekitar. Karena mereka adalah anak semua bangsa.

*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN Alauddin Dulu dan Sekarang

Oleh |  Muh. Quraisy Mathar
Rasanya cukup lama saya rehat dalam dunia tulis menulis di media. Fase 3 bulan tanpa membuat selembar tulisan, memang merupakan sebuah rehat yang cukup lama buat saya. Kepadatan rutinitas struktural akhir tahun beserta laporan hasil kegiatannya menjadi faktor penghalang terbesar buat saya untuk menulis di hari-hari terakhir ini. Bahkan rutinitas tulisan rekreatif yang kadang tak lebih dari satu paragraf berbentuk “status” di facebook juga tak sekalipun ter-update. Lalu seorang mahasiswa koresponden tabloid UKM Lima Washilah UIN Alauddin datang ke ruangan kerja sembari memohon kesediaan saya untuk menulis sebuah artikel (opini) di tabloid tersebut. Saya langsung mengiyakan, mahasiswa koresponden tersebut selanjutnya menyodorkan surat permohonan penulisan opini dengan tema “UIN Alauddin Dulu dan Sekarang”. Akhirnya, ada waktu lagi untuk melampiaskan hasrat menulis yang sempat berkarat di penghujung tahun ini.

Sebetulnya dulu tidak ada UIN Alauddin, yang ada hanyalah IAIN Alauddin. Penyebutannya orang awam pun berubah dari penyebutan Ang Ing Eng berubah menjadi U I Eng. IAIN Alauddin memang telah terkonversi menjadi UIN Alauddin dan sejak saat itu pula kisah tentang IAIN Alauddin berakhir. Huruf awal I dan A dalam IAIN yang merupakan singkatan dari Institut Agama selanjutnya digantikan oleh sebiji huruf U yang merupakan singkatan dari Universitas. Maka huruf I dan N (Islam Negeri) yang merupakan huruf akhir dalam IAIN pun menjadi saksi bisu terkonversinya IA menjadi U, Institut Agama berubah menjadi Universitas. Lalu apa hebatnya U dibandingkan IA? Bukankah di berbagai tempat yang lain, Institut justru lebih bonafit dibandingkan dengan Universitas yang ada di sekitarnya. Sebut saja, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya), Institut Pertanian Bogor (IPB) atau Institut Kesenian Jakarta (IKJ) merupakan beberapa contoh kecil sebuah Institut yang justru lebih bonafit dibandingkan dengan Universitas yang lain. Artinya, tidak ada korelasi langsung antara perubahan Institut menjadi Universitas dalam urusan bonafitas.

Saya tidak akan terlalu jauh ke persoalan konversi dan penggantian IA menjadi U tersebut. Saya lebih dibatasi oleh tema UIN Alauddin Dulu dan Sekarang. Namun, di paragraf awal sudah saya sebutkan bahwa UIN Alauddin ini masih seumur jagung muda, sehingga belum layak untuk ditafsirkan dalam konteks keduluannya. Saya yakin, tema asli opini yang diberikan kepada saya adalah perbandingan antara UIN Alauddin sekarang dengan IAIN Alauddin yang dulu. Nah, kalau tentang itu, saya mungkin memang adalah salah satu ahlinya. Bagaimana tidak, fase masa kanak-kanak, saya lalui dengan tak satupun gedung di kampus IAIN Alauddin yang tak pernah saya panjati. Pada fase tersebut, gedung maksimal hanya 2 lantai, namun puncak atap tertingginya adalah atap gedung serbaguna yang kini telah disulap menjadi gedung training centre yang berlantai 7. Beberapa waktu lalu, saat berdiri di salah satu jendela gedung training centre, saya merasakan aroma ketinggiannya, namun jujur saya katakan “nuansa kebersahajaannya masih kalah jauh dengan atap gedung serbaguna IAIN Alauddin yang dulu”, atau mungkin persepsi tersebut lahir dari saya yang memang “orang dulu”.

Salah satu ikon tidak resmi sebuah kampus adalah keberadaan rumah jabatan (dinas) rektor. Rumah jabatan rektor UIN Alauddin masih belum ikut pindah mengikuti hijrahnya sebagian besar kegiatan administrasi dan akademik dari kampus I ke kampus II di daerah Samata, Gowa. Rumah jabatan rektor masih tetap berdiri di sudut kanan belakang kampus I. Rumah jabatan tersebut sebetulnya hanyalah merupakan sebuah peran pembantu pada fase sejarah perkembangan IAIN sampai terkonversi menjadi UIN Alauddin. Namun, posisinya yang bukan sebagai pemeran utama, justru menjadikan rumah jabatan sebagai ikon yang lebih objektif dalam memberikan fakta-fakta tentang bagaimana humanisnya IAIN yang dulu dibandingkan UIN yang sekarang. Silahkan tanyakan kepada para pensiunan (baik dosen, staf administrasi, satpam, supir serta beberapa alumni) beserta keluarga dan kerabatnya tentang bagaimana suasana rumah jabatan rektor pada fase IAIN dulu? Silahkan tanyakan juga kepada warga yang bermukim di sekitar kampus tentang hal yang sama. Lalu tanyakan juga hal tersebut kepada para senior (dosen dan staf administrasi) yang belum pensiun atau kepada siapa saja yang pernah berkunjung pada fase IAIN. Jawabnya kemungkinan akan sama, yakni “kami lebih suka dengan suasana rumah jabatan rektor yang dulu”.

Bagi sebagian pembaca, mungkin ini hanyalah sebuah ungkapan romantisme masa lalu. Namun bagi sebagian yang lain, nuansa masa lalu tersebut adalah sebuah perwujudan IAIN dengan rasa UIN, Institut dengan humanisme dan estetika yang sudah ala Universitas. Berbeda dengan rumah jabatan rektor hari ini yang justru menjadi sebuah wujud UIN dengan aroma STAIN. Pada fase IAIN, rumah jabatan rektor menjadi wadah berkumpulnya seluruh komunitas yang ada di IAIN. Tidak ada sekat struktural, fungsional apalagi yang namanya sertifikasi. Seluruh manusia IAIN pada fase tersebut lebur dalam kebersahajaan di rumah jabatan tersebut. Bagaimana dengan kondisi keterkinian rumah jabatan tersebut? Silahkan para pembaca untuk membuat tafsiran masing-masing, sebab kita memang masih menjadi bagian dari masa kini, walaupun sebagian dari kita tetap masih merindukan kesederhanaan dan kebersahajaan rumah jabatan rektor seperti dulu, saat kita masih disebut Institut Agama Islam Negeri Alauddin. 

*Penulis adalah ketua jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora.

Jumat, 20 Desember 2013

Lensa Daeng Hermanto

Alih fungsi fasilitas kampus. Meja pada kursi perkuliahan berubah fungsi menjadi penahan jendela. pemandangan ini bisa disaksikan di Gedung Fakultas Syariah dan hukum (Alfathriawan)
Menumpuk. Sampah pada gedung PKM yang tidak diperhatikan.(Alfathriawan)

Bodoh...

Oleh | Miftahul Khaeriyah
Aku hanya gadis bodoh yang mencoba terlihat tangguh..
Mencintai hal-hal sederhana dan tak pernah puas dengan perjuangan
Pemberontak amatir yang tidak sedang menguji peruntungan
Gatal bagai terserang ulat bulu penindasan..

Aku hanya gadis tolol yang tak takut mati konyol..
Bukan tentang mengepulkan asap dari ban terbakar,
Bukan tentang berteriak dijalanan,
Tapi tentang menggoreskan pena pemberontakan..

Kau yang buta mungkin terpikir..
untuk apa menulis dan menuntut yang tak bisa kau ubah?
kemiskinan dan penindasan adalah garis takdir Indonesia
Yang memang masih memegang hukum warisan penjajah..
Jawabku, aku menulis karena tak ingin mati!..

Kau lupa bahwa dimana ada yang lapar karena yang kenyang,
dimana terdapat yang miskin karena yang kaya,
dimana tertulis "anti korupsi" yang berarti "anti (untuk tidak) korupsi
Maka satu kata dari kami : Lawan!

Kau bilang kami alot..
kau bilang Indonesia sudah tidak dalam penjajahan lagi..
Kau bilang kami adalah kaum lama yang masih menggunakan cara lama..
Kau bilang Indonesia sudah menjadi negara Demokrasi..
Kau tau apa tentang Demokrasi?

Cacianmu sesungguhnya nafas-nafas kepengecutan
yang bergumul dalam topeng Idealisme sampahmu!

Kau lupa bahwa kami adalah bunga..
yang bahkan jika kau injak dan samaratakan dengan tanah,
kami akan tetap memiliki benih di pinggir pagar rumah mewahmu,
yang suatu hari nanti akan bersuara serupa suara kami!
Kami tak pernah mati!

14 Des 2013

Mahasiswa SA Natal Bersama Ummat Kristiani

Laporan | Asrul
Washilah Online--Setiap tahun Natal diperingati oleh ummat Kristiani di seluruh dunia, seperti halnya natal yang digelar oleh keluarga besar PT PLN Se-Regional Makassar yang bertempat di hotel Swiss Belinn kamis, 19 Desember 2013.

Perayaan natal yang digelar oleh PLN kali ini, ada nuansa yang beda dari perayaan-perayaan sebelumnya, yaitu kehadiran mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Prodi Sosiologi Agama (SA) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang diundang oleh Panitia untuk turut merayakan natal bersama ummat Kristen.

“Kami merasa bangga dan berterima kasih kepada mahasiswa UIN yang bisa menghadiri acara (natal) kami” papar ketua Panitia kegiatan dalam sambutannya, Kurikus Porputus.

Beberapa mahasiswa yang mengikuti kegiatan Natal ini, merasa tersanjung dan terhormat karena mendapat undangan khusus dalam perayaan ini, Asriadi misalnya dia merasa bahwa ini adalah pengalaman pertama dan tidak akan terlupakan karena sebagai ummat muslim baru kali ini merayakan natal bersama dengan Ummat Kristen.

“Banggaka bisa diundang di acara Natal ini”. Tandasnya dengan raut wajah gembira.
Para mahasiswa ini didampingi oleh Pendeta Alius Rampalogi MTh yang juga selaku dosen UIN Alauddin Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik.

Expo 2013 FST Diikuti Sembilan Jurusan

Laporan | Asrul
Washilah Online- Expo 2013 yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sains dan Tekhnologi (FST) diikuti oleh sembilan jurusan yang ada di lingkup FST, Kamis 29 Desember 2013.

Kesembilan jurusan itu diantaranya Biologi, Fisika, Kimia, Sistem Informasi, Matematika, Peternakan, Tekhnik Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Tekhnik Informatika (TI),dan Tekhnik Arsitektur.

Jurursan-jurusan yang mengikuti Expo ini menampilkn hasil karya dari praktikum mahasiswa sesuai dengan bidangnya masing.

Jurusan Biologi memamerkan hasil awetannya , Kimia memamerkan bahan larutan, Fisika menampilkan alat pendeteksi banjir, TI dengan robotika , PWK dengan gambar tata ruang kota, Arsitektur dengan maketnya,Peternakan menampilkan ternak telur itik, serta Sistem Informasi dengan desain grafis. 

Selaku ketua Umum BEM FST dan peenanggung jawab Kegiatan ini menyampaikan terima kasih kepada Sembilan jurusan yang berpartisipasi dalam Expo 2013 ini, “kami ucapkan terima kepada jurusan-jurusan yang berpartisipasi dalam Expo kali ini”. Tuturnya.

Rumah Peka Adakan Kunjungan ke PG PAUD UNM

Laporan | Zulkia/Mag

Washilah Online--Rumah Pelangi Kardus (Peka) mengadakan kunjungan ke Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Makassar. menghadiri undangan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Guru/ Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD) yang mengadakan kegiatan Perpustakaan PG PAUD bagi anak jalanan yang berlangsung di halaman depan kampus UNM Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) . Jumat (20/12)

Kegiatan ini merupakan agenda tahunan yang diadakan oleh mahasiswa jurusan PG PAUD. Mereka tertarik mengundang rumah peka pada acara ini atas rekomendasi seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.  Para anak jalanan, asuhan rumah Peka juga ikut datang kelokasi.

Sesampainya di tempat, mereka mulai bergabung dengan mahasiswa jurusan PG PAUD yang telah menyediakan tempat bagi para anak jalanan dengan beralaskan tikar di bawah pohon. Mereka mendapat pelajaran dari mahasiswa PG PAUD. Setiap anak akan diajar dan ditemani beberapa mahasiswa jurusan PG PAUD, belajar membaca dan menghitung, seta membaca buku-buku yang disediakan oleh pengurus Perpustakaan PG PAUD tersebut.

Nur Jannah, mahasiswa jurusan PG PAUD semester V menjelaskan kalau acara ini memang diperuntukkan bagi anak jalanan. Jadi, mereka mengundang rumah Peka. Menurut Jannah, rumah peka ini sangat bagus. Jika memungkin dan ada dukungan dari mahasiswa jurusan PG PAUD, mereka berharap program ini dapat terus berlangsung. Tidak hanya berakhir pada hari ini. “saya berharap, anak-anak dapat belajar baik dari sini” ucapnya. Laporan/ Sulkia Reski (magang)

Qadir Gassing : Tidak Ada Politisasi Kampus

Laporan | Asrul
Washilah Online--Akhir-akhir ini Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dikunjungi oleh banyak tokoh nasional mulai dari ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Dr Marzuki Alie MSi, Menteri Agama RI Dr Suryadharma Ali dan yang paling baru bertandang ke UIN Alauddin adalah mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Prof Dr Moh Mahfud MD yang membawakan kuliah umum, Rabu 18 Desember 2013.

“Sebelum Pak menteri Agama dan Pak Mahfud datang saya mendapat beberapa SMS yang isinya mengatakan jangan ada politisasi kampus” ungkap Prof Dr Qadir Gassing HT MS selaku Rektor UIN Alauddin Makassar dalam sambutannya pada acara kuliah Umum oleh Mahfud MD.

“Lalu saya jawab bahwa kedua tokoh yang akan datang ke kampus ini bukan mau kampanye dan mengatasnamakan partai akan tetapi murni kegiatan akademik” tegasnya disambut tepuk tangan peserta yang hadir pada kuliah umum terebut.

Prof Qadir juga menjelaskan bahwa Menteri Agama RI berkunjung ke UIN Alauddin dalam rangka Launching enam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) seluruh Indonesia dimana UIN Alauddin menjadi tuan rumah, sementara Mahfud MD datang Ke UIN Alauddin dalam rangka menguji mahasiswa program Doktoral UIN Alauddin Makassar yang tesisnya mengenai MK, sehingga Mahfud yang notabene sebagai mantan ketua MK dianggap layak untuk hal ini..

Guna menimbah ilmu dari Mahfud maka pihak Universitas berinisiatif memanfaatkan momentum kedatangan Mahfud MD untuk menjadikannya sebagai pemateri tunggal dalam acara Kuliah Umum tersebut, “ini murni kegiatan akademik tidak ada kegiatan yang berbau politik” tambah Qadir Gassing.