Breaking News

laporan utama

Selasa, 27 Maret 2012

Politisi, Persiapan Perang

Oleh : Ardi


       “Suatu perang politik adalah  di mana setiap orang menembak dengan menggunalkan bibirnya”. Begitu cara berfikir Raymond Moley yang lahir tahun 1887, jurnalis dan guru besar hukum publik pada Kolombia University, Amerika Serikat.
       Tak jelas, adakah kalimat tersebut berbentuk satire atau panduan. Sebab, politisi ‘berperang’ lewat kata-kata, bukan perang dengan persenjataan ataupun pena seorang jurnalis dan penulis. Sebab, di masa Moley berkibar, ia juga asisten sekretaris pada sebuah kelompok Presiden F.D Roosevelt, tahun 1933. Masa-masa perang! Tapi, tampaknya ia mengingatkan bahwa politisi harus menyelesaikan masalah lewat kata yang keluar dari bibir, yang tentunya berasal dari otak yang cerdas.
          Tapi adakah terbilang cerdas  dan mengandalkan kata bila ternyata politisi justru tidak menggunakan bibirnya untuk mengeluarkan kata-kata bijak dan santun. Tetapi dipakai untuk memaki. Memang aneh tapi nyata. Misalnya saja. Ketika Abdurrahman Wahid yang saat itu sebagai Presiden Indonesia memasuki gedung MPR atau DPR-RI, ia disambut terikan’’ uuuhhhhh…!!!” dan lahirlah saat itu satu pernyataan pada Gus Dur bahwa ia memaklumi sikap anggota dewan yang masih terbilang taman kanak-kanak.
                 Mungkinkah pernyataan tersebut hanya angin lalu yang sempat mampir di telinga para politisi yang tidak mempunyai dampak positif? Ataukah memang hak anggota dewan bebas memaki. Bebas menuding! Bebas! Semuanya bebas……!!!! Tidak jarang kita menyaksikan para anggota dewan saling memaki.
              Dalam keheningan malam, saya menyalakan televisi dan langsung memindahkan ke saiaran Tv One, acara  yang disiarkan  yaitu Indonesia Lawyers Club dengan mengangkat tema “Anas siap digantung di Monas” yang dimoderatori oleh Karni Ilyas, selasa (13 /03/2012) yang lalu. Dalam acara tersebut para politisi pun berperang lewat kata-kata, bahkan melecehkan SARA.
         Para politisi yang terhormat yang seharusnya menjadi panutan masyarakat, penyambung aspirasi, tidak sepantasnya mempertontongkan hal seperti demikian. Apa tak lagi ketika Ruhut Sitompul memberikan komentar perihal yang dialami kader  Demokrat Anas Urbaningrung dan ditanggapi oleh Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Nasaruddin sehingga terjadi perang kata-kata bahkan saling memaki, saling melecehkan.
                Meraka adalah pengacara yang paham terhadap hukum. Segala macam undang-undang yang mereka hapal bahkan sudah di luar kepala. Namun, undang–undang yang  dihapal tersebut tidak terealisisi dalam perilaku. Melupakan hukum adat istiadat yang mengajarkan cara berbicara dan berperilaku. Maka benar apa yang dilkatakan Gus Dur “ maklum sikap anggota dewan yang masih terbilang taman kanak-kanak dalam prilaku".
             Bibir yang mengeluarkan kata arif. Memang sepertinya sulit di gedung rakyat karena semuanya berhulu dan bermuara dari kepentingan. Semuanya bernada politis! apalagi mereka  ternyata tidak siap dengan perbedaan. Padahal mestinya, perbedaan menjadi kekuatan dari sikap demokratis itu. Namun adakah anggota dewan menyadari hal tersebut bila ternyata mereka tak punya lagi bibir bijak, tapi bibir yang bisa mendesiskan kata apa saja termasuk yang tabu.
                Persilatan dengan bibir yang tanpa etika itu kerap disiarkan di televisi yang sangat berdampak negatif terhadap pertumbuhan psikologis anak yang belum dewasa dalam berfikir, ketika menyaksikan siaran tersebut. Seharusnya acara tersebut harus ada bimbingan orangtua (BO) yang terpanpang di sudut layar televisi. Sehingga ketika kita menyaksiskan acara tersebut, bersama anak yang belum cukup umur, kita bisa memberikan arahan bahwasanya perdebatan yang tanpa etika yang dipertontongkan para politisi itu tidak baik, “Nanti kalau kamu sudah besar dan menjadi politisi, kamu harus menjadi politisi yang beriman, berakhlak, dan bermoral. Jangan murah senyum ketika menjadi kandidat entah kandidat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), kandidat Badan Eksekutuf Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Walikota, Gubernur, Presiden dll. Namun setelah terpilih senyum itu terasa mahal untuk dikeluarkan.
Di kekinian, legislatif sibuk membicarakan BBM. Mahasiswa yang berlakon parlemen jalanan, juga sibuk membahas BBM. Pemerintah “sibuk” pula menutup telinga, seakan tidak mau mendengar keluhan dan protes rakyat. Malah, sepertinya tak peduli pada parlemen yang pro-kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM. Para calon-calon komandan pun sibuk berkampanye dengan semangat barunya.
                Semoga yang terpilih menjadi komandan, dalam kepemimpinannya membentuk komisi baru. Yang menempati komisi tersebut yaitu para politisi yang suka berperang dengan kata-kata dengan dilatih mengangkat senjata. Sehingga suatu saat ketika ada peperangan mereka tidak lagi berperang dengan kata-kata tapi dengan senjata.

Giant: "Karya Mampu Berbicara"

Reporter : Mitasari

         Muda dan berbakat, begitu yang terlintas di pikiran kita ketika melihat serentetan prestasi yang diraih mahasiswa Ilmu Komunikasi (Ikom) satu ini di bidang fotografi. Giant panggilan akrabnya mengaku sangat mengagumi kepiawaian fotografer internasinal Cavin Carter. Bukan hanya dari luar negeri, dalam negeri Giant mengidolakan Yusuf Ahmad dan Momo Sukirman.
       Sejak tahun 2010 hingga kini Giat rajin memotret dan aktif di organisasi fotografer yang ada di Makassar.  Hasil dari kegigihannya berlatih membuahkan hasil yang membanggakan. Bukan hanya mengharumkan namanya bahkan organisasi, Fakultas hingga membawa nama Universitas Islam negeri (UIN) Alauddin Makassar. Giant yang merupakan angkatan pertama Pixel telah meraih juara di BTN Raya Ekspo, IT Fast 2012 Universitas Hasanuddin dan Ulang Tahun Popsa 2011.
       Anak bungsu dari dua bersaudara ini selalu mengangkat tema Human interenst dalam hasil jepretannya. Ia ingin menonjolkan sisi kemanusian  sehingga karyanya memiliki makna. “saya ingin foto saya mampu berbicara. Artinya karya saya mampu menyampaikan sesuatu saat dilihat orang ” tuturnya. Giant mengaku merasakan kebahagian saat memotret. “Memotret bisa membantu” ujar Giant, maksudnya ketika ia memotret suatu peristiwa dan permasalahan  yang terjadi, ia mampu menghasilkan foto sebagai bukti untuk disampaikan ke khalayak ramai hingga terketuk hati untuk memperbaiki.
          Selain pengalaman dari lomba-lomba Giant juga banyak mendapatkan pengalaman mengesankan saat hunting di berbagai tempat. Dengan antusian Giant menceritakan pengalaman berkesannya saat di Gunung Bromo Malang. Bersama rombongan Jambore Fotografi Mahasiswa Makassar yang diadakan Forum Rumah Foto tahun 2011 Giant ingin mengabadikan momen-momen indah gunung Bromo. Masih lekat di ingatannya pada saat mencoba mengabadikan momen sunrise, ia sampai begadang dua malam namun tak berhasil karena mobil tumpangan yang mereka naiki mogok. Walau tak berhasil mengabadikan sunrice Giant merasa senang karena bisa mengabadika momen indah di kawah gunung Bromo.
         “Banyak yang saya dapatkan selama mendalami dunia fotografi” ungkapnya. Giant mengaku bersyukur selama ia memutuskan untuk serius di bidang yang ia sukai tersebut, ia bertemu banyak orang dari berbagai kalangan dan relasi yang baik. Harapannya kedepan ia ingin karyanya diapresiasikan baik oleh semua orang dan disaat para mahasiswa pencetak prestasi dibidang fotografi maupun yang lain bisa mendapatkan apresiasi lebih dari pihak-pihak Universitas saat membawa nama UIN.


Nama lengkap : Giant Palacubang
TTL : Sopeng 7 Agustus 1992
Alamat BTN Ragung Perma Blok O no.7
Ayah : Drs.H.Kamaluddin Kasir SH
Ibu : Dra.Hj.Jusma SH
SD : Impres antang II
SMP: Islam Athira Makassar
SMA: SMA I Barru
Organisasi :
Pixel 2010
Sanggar Seni Puji Colik 2009
Hitam Putih Makassar Fotografi 2011
Boya-Boya foto Hunting Club 2012
Cross On Community 2012.

Sabtu, 24 Maret 2012

Kedepan Angkutan Umum Dilarang Beroperasi Dalam Kampus

Washilah- Setelah lahan  parkir dialihkan untuk bangunan mesjid baru di Universitas Islam Negeri (UIN) Samata, Gowa, mengharuskan pete-pete  kampus berpindah tempat ke depan poliklinik.

Sejumlah sopir juga mengakui bahwa berdasarkan pidato Rektor beberapa waktu lalu kedepannya  angkutan umum akan dilarang beroperasi. Tak hanya itu mereka kini mempertanyakan kejelasan  tempat mereka untuk parkir.

Saat dikonfirmasi Pembantu Rektor (PR) II, Prof Dr Musafir Pababbari mengungkapkan, sebenarnya Pemerintah Daerah (Pemda) telah menyediakan terminal di luar kampus yang letaknya persis di sebelah kiri pintu II, tapi sayang tidak difungsikan. namun masalah itu sama sekali belum dibicarakan oleh birokrasi kampus.

Ia juga mengaskan selama ini memang tidak ada terminal kampus, jadi sulit dikatakan bahwa terminal akan ditiadakan.  Di kampus juga  tidak pernah ada yang namanya terminal angkutan umum, yang ada hanya sekumpulan angkutan umum yang mangkal di dalam kampus.

 “ Selama ini terminal kampus memang tidak ada, jadi sulit dikatakan bahwa akan ditiadakan. Sama halnya jika kita melihat mahasiswa-mahasiswa yang memarkir motornya di pinggir  jalan, lalu ada yang mengatakan itu tempat parkir. Karena itu sama sekali bukan tempat parkir yang disediakan kampus ”, tegasnya.


Saat dikonfirmasi mengenai terminal yang ada di pintu masuk kampus, seorang supir angkutan umum, Daeng Taba, mengatakan memang benar ada terminal di dekat pintu II yang dulu dibangun Pemda dan katanya memang sudah diambil alih oleh kampus.

“ Tidak menjadi masalah kalau kita dilarang lagi beroperasi di dalam kampus, kan itu jadi masalahnya Mahasiswa kalau jauh berjalan kaki untuk sampai di fakultasnya”. tuturnya.

Menanggapi perkataan dari supir angkutan kampus itu,  Marsella,  ikut mengeluh .  “Itu akan sulit bagi kita mahasiswa kalau itu sampai terjadi, apalagi fakultas Tarbiyah yang letaknya paling belakang, sangat jauh untuk dijalani”. Tutur Mahasiswa Pendidikan Biologi itu.

Sebagian besar mahasiswa juga  menyayangkan keputusan birokrasi kampus tentang pemindahan terminal angkutan umum. “ Kenapa tidak seperti Unhas saja, angkutannya memutar di dalam kampus sehingga mahasiswa tidak perlu bejalan kaki keluar ” tambah Munawwarah yang juga mahasiswa Fakultas Tarbiyah. (Nur Mustaqimah dan Abdillah)

PERPUSTAKAAN UIN TAMBAH JAM BUKA

Washilah- Ada yang berbeda pada jam buka perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. JIka sebelumnya hanya dibuka senin hingga jumat maka kali ini telah dibuka hingga sabtu.
Hal tersebut dibenarkan kepala perpustakaan umum, Irvan Muliyadi. “ Pelayanan perpustakaan UIN menambah jam buka sampai hari sabtu dan akan mulai berlaku bulan ini ”, ujarnya, ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (07/03/2012).

Kebijakan penambahan jam buka untuk perpustakaan umum UIN dibuat untuk mengupayakan  mahasiswa agar dapat lebih lama menikmati fasilitas perpustakaan.
 "Sudah saya sampaikan kepada Pembantu Rektor (PR) I, Biro akademik, PR II dan Biro Administrasi dan Umum, sekarang perpustakaan akan menambah jam buka, supaya mahasiswa dapat lebih lama tinggal di perpustakaan", tambahnya.

Setelah kebijakan disetujui, penambahan jam buka perpustakaan pelayanannya diperpanjang menjadi reguler buka pukul 08.00 sampai 16.00 Wita bertambah jam hingga pukul 18.00 Wita mulai hari senin hingga jumat. Pada hari sabtu pelayanan perpustakaan akan dibuka pukul 09.00 sampai 13.00 Wita.

"Pegawai yang kerja pada hari sabtu terhitung sebagai jam lembur, tetapi tidak semua pegawai bekerja pada hari itu karena akan mengakibatkan pembengkakan biaya, sehingga akan ada enam pegawai yang bekerja dihari sabtu",  tegas Irvan.
Selain menambah jam buka kebijakan ini akan diikuti pula dengan penambahan jumlah buku untuk tiap prodi yang ada di UIN.
Dalam penyediaan buku, pada tahun 2011 perpustakaan umum UIN terima 2.000 judul buku untuk seluruh prodi dan terus bertambah. Seperti yang diungakpakan oleh Irvan Tahun ini pengadaan buku baru  telah dirapatkan kepada ketua-ketua program studi (prodi) untuk mengusulkan judul prodinya dan pengadaan buku ini menelan 1,4 Miliar.

KOPMA UIN Alauddin Hadirkan Raditya Dika

Washilah.  Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Alauddin Makassar  akan adakan talk show di gedung auditorium kampus II UIN alaudddin Makassar (26/03).
Talk show yang bertemakan “kreatif menulis rejeki tak akn habis”.  Yang mendatangkan Raditya Dika Seorang  penulis buku best saler sebagai pembicara dalam kegiatan ini.
Kegiatan yang direncanakan mulai bulan desember 2011 ini, sempat memikirkan untuk melakukan kerja sama dengan beberapa UKM yang ada di UIN Alauddin Makassar.
  “awalnya kami sempat berpikir untuk menjalin kerja sama dengan beberapa UKM salah satunya UKM lima washilah dalam menyukseskan kegiatan ini, namun karena perencaanaan kegiatan ini sempat fakum beberapa waktu jadi kami putuskan untuk melaksanakannya sendiri” ujar zul Afiat ketua panitia talk show.
Tujuan  kegitan ini dilaksanakan adalah untuk membangkitkan minat membaca dan menulis mahasiswa khsusnya di lingkup kampus.
 “adapun tujuan utami kami melaksanakan kegiatan ini adalah membangkitkan kembali minat baca dan menulis teman-teman mahasiswa khususnya di lingkungan kampus kita ini”. Ungkap zul
“ mengapa kami memilih Raditya dika sebagai pembicara hal ini disebabkan karena latar belakanng sang pembicara tersebut adalah seorang penulis buku best seller dan dari sini kami sangat berharap teman-taman dapat termotifasi” harap Zul.
Meskipun dalam kegiatan ini peserta yang ingin mengahadiri langsung acara ini dikenakan biaya sebesar Rp 40.000, untuk mahasiswa UIN dan Rp 45.000 untuk mahasiswa non UIN, namun sejauh ini jumlah peserta yang telah mendaftar sebanyak  200 meskipun panitia mencanangkan jumlah peserta sebanyak 400 orang.
Selain fasilitas berupa sertifikat, snack, dan goodie Bag  yang dipersembahkan faber castell, Cosmo Girl dan Telkomsel Mobile Campus. Kegiatan ini juga menyediakan door price bagi para peserta.
(Rifka/Ardhi)

Intelegensi, Karakterisasi, dan Islamisasi Demokrasi (Refleksi Pemilma UIN Alauddin 2012)

Oleh:
Firdaus Muhammad
Dosen Komunikasi Politik Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar




Wacana politik di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar berarus pada demokratisasi dan kedewasaan politik, setidaknya bercermin dari proses pemilma yang berlangsung tanpa letupan dan kekerasan politik. Proses politik ala mahasiswa tersebut berjalan dinamis, meski acapkali disematkan sosok yang kritis bahkan anarkis bagi mahasiswa, terutama setiap berlangsung hajat politik di luar kampus.
Hal ini pertanda awal yang baik untuk dirawat kalangan kampus, terutama mahasiswa yang berkecimpung dalam area politik kelembagaan mahasiwa di kampus. Mereka dinobatkan sebagai aktivis kampus.
Term aktivis acapkali disematkan kepada mahasiswa yang mampu mengintegrasikan intelegensia, intelektualisme dan dunia pergerakan dalam dan luar kampus. Maka sosok yang demikian yang dirindukan kehadirannya untuk melakukan transformasi islamisasi demokrasi dalam kampus.
Figur mahasiswa yang hanya menjadi kutu buku akan tersekap dalam kungkungan teoritis belaka, sementara mahasiswa pergerakan selalu intens melakukan advokasi di dalam dan luar kampus dengan menunjukkan sikap kritisnya, mereka dipastikan juga insan mahasiswa yang memiliki kecakapan intelegensia. Mereka pembaca buku, tak jarang pembaca buku kiri.
Sosok mahasiswa dengan tipologi kutu buku dan aktivis jalan masing-masing melakoni pilihan hidupnya masing-masing. Pengalamanpun menunjukkan, sejumlah mahasiswa kutu buku akan lebih  memprioritaskan diri lebih berkonsentrasi untuk penyelesaian studi tepat waktu dan dengan nilai tertinggi.
Orientasinya, mereka ingin bekerja sesuai latar belakang keilmuannya. Jika tidak sesuai, mereka masih berinisiatif memiliki peluang kerja yang tidak sesuai latar belakang keilmuannya. Pilihannya, harus bekerja, bukan menjadi sarjana yang siap menganggur tapi siap pakai.
Sementara tipologi mahasiswa yang menjadikan dunia aktivis pergerakan jalanan, acapkali memilih berlama-lama di kampus. Bukan mereka tidak cerdas, bahkan kecerdasannya berlipat kualifikasi keilmuan lebih baik dibanding tipe sarjana kutu buku. Tapi, menjadi aktivis telah menjadi pilihannya. Mereka memiliki karakter dan kesadaran hendak melakukan perubahan di dalam dan luar kampus.
Di luar tipe tersebut, bahkan tipe ini yang dominan di kampus. Yakni, mereka yang berada diluar kategori mahasiswa kutu buku dan aktivis. Ada kelompok mayoritas mahasiswa di kampus yang menjalani aktivitas perkuliahan dengan kemampuan intelektualitas pas-pasan, terkadang sebagian kecil dari kategori ini, untuk memenuhi IPK standar Kuliah Kerja Nyata (KKN) tidak memadai, padahal telah menduduki semester belasan, menghampiri drop out (DO). Pada saat bersamaan rekam jejak keaktivisannyapun tidak menonjol, mereka berada pada jalur disorientasi.
Demikian potret mahasiswa dengan tiga tipologi, yakni aktivis, kutu buku, dan mahasiwa pasif. Demikian realitas sederhana yang bisa dipotret yang memungkinkan akan adanya perspektif lain yang mengamati realitas tersebut. Di tengah realitas mahasiwa dan kondisi keilmuan dengan berbagai dinamikanya itulah, lahir sejumlah pemimpin baru produk dari proses politik yang baru saja di tunaikan dalam pesta demokrasi Pemilma di kalangan mahasiswa.

(De) karakterisasi

            Karakter building menjadi salah satu wacana yang bergulir di kampus UIN sekian lamanya, selain kampus peradaban. Proses ke arah itu sudah dimulai meski tertatih-tatih. Persoalan karakter bukan lagi menjadi keinginan tetapi menjadi kebutuhan. Kampus bertanggung jawab melahirkan mahasiswa berkarakter sesuai “permak” UIN.
            Lahirnya tiga kategorisasi atau tipologi di atas, tidak terlepas dari proses dialektika yang mewarnai proses pembentukan karakter mereka dalam kampus. Atmosfir kampus diyakini akan mewarnai seluruh rangkaian perilaku civitas akademika.
            Hal penting ditekankan bagi elite mahasiswa yang terpilih dalam proses demokratisasi di kampus UIN adalah pada penguatan karakter. Dalam hal ini, nilai kemahasiswaan terukur dari karakter mereka sebagai sosok keilmuannya dan perilakunya.
            Jika UIN hanya mampu melahirkan sarjana yang cerdas tanpa karakter seorang sarjana muslim, bisa dianggap tergolong gagal. Sebab, tanggung jawab sosial UIN bukan hanya mencerdaskan mahasiswa tetapi yang lebih ditonjolkan adalah aspek perilaku, moralitas, akhlakul karimah.
            Aspek ini menjadi pembeda dengan kampus lain. Sekiranya hanya mengejar dimensi intelegensia belaka, maka banyak kampus lain yang menjadi pilihan bagi orang tua mereka. Namun, label Islam menjadi nilai jual UIN. Artinya, setiap orang tua berharap anaknya menjadi sarjana UIN dari jurusan manapun akan memiliki karakter sebagai seorang sarjana muslim yang senantiasa menginternalisasikan nilai-nilai agama dalam perilakunya dengan nilai-nilai lain yang sinergis.
            Menyadari hal itu, maka salah satu aspek yang mesti menjadi prioritas ketua BEM untuk tingkat universitas (UIN), fakultas, hingga HMJ, sejatinya bermuara pada orientasi pembentukan karakter yang melahirkan produk sarjana muslim yang memiliki kompetensi untuk berkompetisi dengan dunia kerja.
           
Demokrasi Islami UIN

            Proses politik kampus dikalangan mahasiswa telah berlalu, kini memasuki pada tahapan pembentukan pengurus dan membuat program kerja. Sejatinya, tidak ada lagi fragmentasi politik pasca pemilma. Seluruh komponen mahasiswa harus menyatu untuk bekerja maksimal sepanjang masa kepengurusannya.
            Hal terpenting lagi adalah, setiap program kerja mereka harus selaras dengan kebijakan kampus. Ada sejumlah pengalaman menunjukkan ada saja pengurus yang terobsesi bekerja dengan penuh mimpi sementara dibatasi waktu dan biaya. Menyadari hal ini, semua kegiatan mahasiswa lebih kreatif dan produktif untuk pengembangan mahasiswa UIN keseluruhannya, termasuk mendorong upaya-upaya maksiml dalam optimalisasi pembentukan karakter mahasiswa sehingga keluaran UIN menjadi sarjana yang berkarakter laiknya sosok intelegensia yang berkarakter.
Mencapai mimpi tersebut, perlu adanya komunikasi intens antara elite mahasiswa dengan elite kampus untuk menjalin sinergitas. Sekiranya antara petinggi mahasiswa yang tergabung dalam kepengurusan BEM dan HMJ tersebut, membuat program kerja bertentangan dengan kebijakan petinggi UIN, diyakini tidak akan menghasilkan sesuatu yang bermakna melainkan berpotensi lahirnya fragmentasi yang menjadi bumerang dalam mewujudkan kampus berperadaban.
Menghindari hal itu, perlu adanya keteladanan dari elite atau petinggi kampus dalam melakukan pembinaan mahasiswa dalam beragam kegiatannya. Tepatnya, tidak perlu terjadi benturan birokratis terutama soal transparansi keuangan di tingkat universitas hingga fakultas. Sekiranya terdapat celah bagi mahasiswa untuk mencelah pimpinan karena kerja tidak becus antara masing-masing lini, dipastikan hanya akan menguras energi mahasiswa semata-mata untuk berdemo yang memungkinkan dimanfaatkan “oknum” memperkeruh suasana kampus.
Hal menggembirakan bagi UIN, tidak terjadi fragmentasi antara fakultas seperti terjadi di kampus-kampus besar lainnya di Makassar. Aspek ini menjadi cerminan kedewasaan mahasiswa dan kamampuan elite UIN mewujudkan demokrasi yang islami. Proses demokrasi di kalangan mahasiswa UIN yang nota bene dikenal sebagai kampus Islami.
            Sinergitas intelegensi, karakterisasi dan islamisasi demokrasi kampus sejatinya terintegrasi dalam diri insan kampus, baik mahasiswa maupun civitas akademik lainnya. Atmosfir kampus tidak terlepas dari penguatan intelektualitas. Berbekal dari keilmuan pada berbagai jurusan yang ada akan membentuk kualitas personal sebagai ilmuan, tentu dalam takarannya masing-masing. Kemudian diiringi dengan pembentukan karakter melalui proses karakterisasi guna membendung lahirnya dekarakterisasi mahasiswa.
            Kepengurusan lembaga mahasiswa melalui proses demokratis patut diapresiasi. Setidaknya dari perspektif dan kesadaran bahwa proses itu berlangsung di kampus UIN sebagai kampus islami mampu melahirkan produk yang islami, sebutlah demokrasi yang islami. Kedewasaan politik mahasiswa menjadi human capital mewujudkan pemimpin berkarakter di tengah atmospir kampus peradaban, diharapkan akan melahirkan sarjana muslim yang kutu buku sekaligus aktivis pergerakan yang siap memasuki realitas masyarakat luas yang kian kompleks.
            Ke depan, sebagai insan kampus, kita semua tetap berharap untuk merawat dimensi demokrasi tanpa fragmentasi politik berarti, yang kemudian menguatkan pembentukan karakter sebagai mahasiswa dan sarjana muslim yang memiliki kualifikasi intelengensia. Karakter itu senantiasa melekat dirinya sehingga kapan dan dimanapun mereka berada selalu dibanggakan  dan senantiasa membanggakan almamaternya. Semoga!

Selamat bekerja pada pengurus baru tingkat universitas, fakultas hingga jurusan.     

Komunitas Menjadi Tempat Pengembangan Kreativitas Mahasiswa

Washilah-  Banyaknya komunitas yang bermunculan di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar  dianggap menjadi wadah untuk pengembangan kreativitas mahasiswa.
 Mahasiswa bisa lebih mudah menggali kreatifitas sesuai bakat dan minat yang dimilikinya. Mahasiswa  juga berhak memilih dimana mereka ingin berproses . Salah satunya komunitas yang baru launching  20 februari lalu s.
Dengan nama Creativity of science communication (Cross on). Komunitas ini merupakan salah satu komunitas yang dibentuk oleh para mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi(FDK) .
Menurut  ketua  cross on, Herman, komunitas ini sebenarnya telah digagas mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2008 , tetapi keberadaannya  belum banyak diketahui.
“Maka dari itu kita dari mahasiswa ilmu komunikasi memiliki ide untuk menghidupkan kembali cross on. Cross on itu terbagi menjadi dua bagian yaitu art (seni) bagi mahasiswa yang menyukai atau berminat menari , ada sastra, fotografi , desain grafis, dan sport (olahraga). Kami disini hanya bisa menampung dan mengarahkan kreatifitas mahasiswa ilmu komunikasi,  papar mahasiswa ilmu komunikasi semester enamitu.
Tuti salah satu mahasiswa jurusan ilmu komunikasi semester empat  menambahkan cross on diibaratkan hanya sebuah wadah mahasiswa jurusan ilmu komunikasi  untuk bebas berekspresi dan komunitas ini  dikhususkan  untuk mahasiswa jurusan ilmu komunikasi saja.
Selain Cross on, komunitas lain yang banyak menyumbang prestasi khususnya di bidang Fotography dan Desain Graphisadalah PIXEL.  Pendiri PIXEL, Hasman Syahran Fattah yang biasa dipanggil Hasyaf mengatakan, banyaknya komunitas yang terbentuk saat ini menunjukkan banyaknya mahasiswa yang berminat untuk mengembangkan bakatnya.
 “  PIXEL itu bertujuan mengembangkan, meningkatkan penggetahuan, kemampuan , keterampilan, dan kewirausahaan pada anggotanya dibidang desain grafis dan fotografi.  Walaupun sampai saat ini PIXEL  hanya sebagai komunitas, saya berharap  keberadaan PIXEL ini bisa dipertimbangkan menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seni Photografydan desain grafis”, tambahnya.
Meski demikian hadirnya berbagai komunitas Mahasiswa di UIN  dinilai akan membawa dampak terutama di UKM SB Esa yang selama ini dikenal sebagai tempat menyalurkan bakat seni  dan budaya Mahasiswa.
 Namun, hal tersebut ditanggapi santai ketua UKM SB Esa, Abdul wahid karim. Menurutnya, adanya komunitas yang bermunculan sekarang ini tidaklah menjadi masalah , tapi justru merupakan tantangan untuk semakin kretif.
ini juga merupakan tantangan buat teman-teman  di UKM supaya magnet kita semakin kuat karena yakin dan percaya berbagai macam perbedaan yang terbangun atau lawan tanding itu kita malah semakin jauh lebih kreatif dan orientasi Esa dengan komunitas-komunitas itu berbeda karena Esa memiliki ciri khasnya yaitu pengembangan seni dan budaya “, tuturnya.

Menjamurnya komunitas  juga  diharapkan  akan menjadi wadah yang dapat menampung para mahasiswa tidak hanya mampu secara akademik di dalam kelas, juga mampu berkreasi dan berekspresi dengan menuangkan beragam ide-ide kreatif atau menyalurkan bakat melalui komunitasnya masing-masing .
Juga berdampak baik bagi universitas karena dianggap akan menjadikan mahasiswa lebih berani berkreasi dan semakin kreatif. (*)

Mencoba Mengintip Kinerja Lembaga Mahasiswa Refleksi Pemilma 2012

Lazimnya dalam setiap perhelatan pesta demokrasi dalam hal ini pemilihan pemimpin maka calon pemimpin sibuk berkampanye mengumbar janji-janji kepada calon pemilih agar mereka bisa terpilih. Hal yang sama pernah dilakukan calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa  tingkat Universitas (BEM-U) )maupun Fakultas (BEM-F) hingga calon ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sejajaran Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dalam rangkaian Pemilihan Mahasiswa (Pemilma) beberapa bulan lalu. Kini segenab civitas akademika menunggu realisasi janji itu diwujudkan. Apalagi banyak kalangan menilai beberapa waktu belakangan ini, sebagian Mahasiswa membuat kegiatan hanya menonjolkan sisi hedonisnya saja tanpa memberikan kesan islami sebagaimana citra UIN yang berlabelkan universitas Islam bahkan bekerja sama dengan pihak luar seperti perusahaan rokok atupun jasa telekomunikasi yang notabene bertolak belakang dengan visi dan misi UIN.
Washilah- Hal ini diakui oleh ketua BEM-Universitas (BEM-U) terpilih, Taufik Husaini. Menurutnya, tidak dapat dipungkiri selama ini banyak kegiatan-kegiatan mahasiswa dibuat cenderung hanya menonjolkan sisi hiburan to’ saja tanpa memberikan pesan. Tetapi, ini justru banyak diminati mahasiswa.
 “  Kalau menurut saya kegiatan itu disamping ada unsur hiburannya, juga ada pesan yang bisa diambil dan inilah yang akan dilakukan kedepan”, tuturnya.
Senada dengan BEM U, Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Drs HM Dahlan MAg mengatakan, Mahasiswa selama ini banyak membuat kegiatan terutama yang berkaitan dengan seni baik yang bersifat sekuler maupun islami.
 Namun ternyata Mahasiswa lebih senang pada budaya-budaya yang jauh dari kesan islami meskipun mereka berbusana laiknya seorang muslim.
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Hasyim Haddade Lc MAg selaku PD III bidang kemahasiswaan, Fakultas Sains dan Tekhnologi. Hasyim mengungkapkan sebagai lembaga yang berada dibawah naungan fakultas dan universitas, maka setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan visi dan misi fakultas dan universitas pula.
 “ Saya selalu memesan kepada mahasiswa sesbelum berangkat raker agar memperhatikan program kerja yang akan dilaksanakan ”, tuturnya.
Meski demikian sejumlah pengurus lembaga Mahasiswa mengakui, lahirnya kegiatan-kegiatan yang sifatnya menghibur tersebut bukanlah tanpa alasan. Selain diminati Mahasiswa juga alasan kekurangan biaya sehingga mengharuskannya bekerjasama dengan pihak luar.
Bahkan kegiatan yang sifatnya resmi pun seperti rapat kerja (raker) pasca pelantikan pengurus lembaga Mahasiswa mengharuskan mereka pontang-pantingmencari dana akibat keterlambatan pencairan dana dari pihak fakultas.

Prof. Qasim & Dr. Sabir : Nabi Dzulkifli AS adalah Sidharta Gautama


Washilah- Pluralisme memungkinkan seseorang untuk bebas menikah dengan penganut agama manapun tanpa terpisahkan ssoleh sekat-sekat keagamaan yang sekadar bersifat syariat. Perihal posisi islam disisi Allah, dijelaskan bahwa hakikat ayat yang selama ini ditafsirkan sebagai legalitas islam sebagai agama yang paling benar.
Ad-dindalam ayat tersebut bukanlah bermakna sebagai agama yang selama ini kita temukan dalam buku teks di bangku sekolah melainkan sebuah ketaatan yang memungkinkan kita untuk tunduk, patuh, dan berserah pada hal-hal yang menjadi obyek.
Dan Islam, yang berasal dari huruf sin, lam, dan mim dimaknai sebagai sebuah kepasrahan. Bila dikembalikan dalam ayat yang utuh maka akan menjadi “Sesungguhnya ketaatan kita kepada Allah adalah kepasrahan”. Sebagai sebuah penekanan, Prof Qasim menegaskan bahwa semua orang yang memasrahkan diri pada Allah adalah Islam dan kata muslim bukan hanya milik penganut agama Islam.
Di sisi yang cukup sejalan, Dr Mohd Sabri AR  MA menggambarkan ketidaksetujuannya untuk pemahaman yang berkembang di masyarakat yang meyakini bahwa seluruh nabi dan rasul dalam Islam merupakan keturunan Arab (Babilonia).
Dia memaparkan bahwa suatu hari para sahabat bertanya pada Nabi Muhammad SAW akan keistimewaan pohon tin hingga dijadikan sebagai nama surah padahal pohon tersebut tidak terdapat di jazirah Arab. Nabi pun menjawab bahwa dibawah pohon tersebutlah Nabi Dzulkifli lahir dan mendapat wahyu, sesuatu yang kemudian menjadi pertanyaan perihal tempat berdomisili Nabi Dzulkifli yang tentunya bukan di jazirah Arab melainkan di wilayah lain yang memungkinkan tumbuhnya pohon tersebut.
Melalui penelusuran sejarah maka ditemukan bahwa kata kifli tidak ditemukan dalam kosa kata bahasa Arab lama, dan merupakan kata yang merujuk pada suatu tempat di daerah India. Sedangkan kata Dzul adalah sebuah julukan yang diberikan kepada orang yang memiliki pengaruh yang cukup besar di wilayah tertentu.
Maka gabungan kata Dzul dan Kifli merujuk pada orang berpengaruh di daerah Kifli. Dan diyakini secara penuh oleh para penganut paham Pluralisme bahwa daerah Kifli tersebut terletak di daerah India dan orang yang paling berpengaruh di wilayah tersebut adalah Sidharta Gautama yang selama ini terkenal dengan pertapaannya di bawah pohon Bodhi. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi bahwa Pohon Tin = Pohon Bodhi, dan Nabi Dzulkifli AS = Sidharta Gautama. Pernyataan tersebut disetujui oleh Prof. Qasim.
Dalam paham Taoisme, penganut paham tersebut mengakui besarnya pengaruh Lao Tseyang memperkenalkan paham Tao yang bermakna yang Maha Tinggi. Hal yang cukup menarik dari pemaparan ini adalah keyakinan yang dituturkannya bahwa Lao Tse merupakan nabi Nuh AS yang mengikuti pamannya, Nabi Ibrahim AS, dan menyebar ketauhidan dalam konsep Rabi’ul A’la yang dalam keyakinan Islam pertama kali dipaparkan oleh Nabi Luth AS.
Pernyataan ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa Lao Tsedijuluki sebagai orang berhidung besar yang dikemudian hari merupakan karakteristik orang Arab dalam pandangan orang Cina.
Pluralismeadalah keberhakan untuk saling menerima bukan sekadar upaya menjustifikasi Islam konservatif.
Paparan materi diatas disampaikan dalam seminar pluralisme yang diadakan oleh jurusan Manejemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan keguruan (FTK), Universitas Islam Negeri (UIN), Samata, Gowa bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pembangunan Sosial Ekonomi dan Politik yang mengangkat tema pluralismedalam perspektif agama, sosiologi, serta politik dan demokrasi di Lecturess Theater (LT) universitas, Senin (19/03/2012) lalu. Prof Qasim Mattar sebagai salah satu pemateri membuka acara tersebut dengan pernyataan “ Agama yang tak rela kawin dengan budaya tempatnya di langit bukan di bumi”.
Selain Qasim Mattar , hadir pula Dr Mohd Sabri AR  MA, dan Prof Hamdan Juhannis MA sebagai pemateri. (Tenris)

Jumat, 23 Maret 2012

Kunjungan Siswa SD Ke Laboratorium Biologi FST

Reporter : Mitasari

          Ingin mengenal lebih jauh tentang ilmu Biologi siswa-siswi SD Islam Terpadu Al-Fikri mendatangi Laboratorium Sains Biologi yang ada di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Rabu (21/03/2012). Sebanyak 60 anak mulai dari kelas tiga sampai enam memadati sejumlah laboratorium yang ada di jurusan biologi.

      Kegiatan tahun ini dilakukan dalam rangka memperkenalkan siswa Sekolah Dasar (SD) lebih dalam tentang kajian ilmu Biologi. Kepala sekolah SD Islam Terpadu Al-fikri Ahmad M Abdullah mengaku kunjunga ini adalah untuk pertama kalinya di UIN. Sebelumnya mereka pernah ke Universitas Hasanuddin tapi setelah mengetahui bahwa UIN memiliki Laboratorium tercanggi di Makassar menjadi salah satu alasan untuk mengajak siswa-siswi mengenal alat-alat laboratorium canggi tersebut.

       Salah satu siswi yang akrab dipanggil Mutiah mengaku sangat antusias, bersama dengan teman-temannya mengamati dan bertanya langsung kepada mahasiswa biologi yang mengarahkan mereka. “Saya paling suka pada saat memasuki laboratorium biologi dasar, karena saya bisa melihat stomata lewat mikroskop”Ujarnya.
Kunjungan ini diharapkan oleh Ahmad mampu menambah wawasan para siswanya tentang ilmu yang penerapannya sangat dekat dengan kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. “Sangat senang karena ketua jurusan Biologi menyambut kami dengan baik, anak-anak sangat senang dengan orang-orang yang ada di UIN” tambahnya.


*Cerita di bawah ini adalah episode ke tiga dari cerita berseri I LOVE U CUEK*


 Awal tahun 2011, hal pertama yang ingin kulakukan adalah menyibukkan diri. Menjadi seorang pengajar tidak cukup untuk membuatku melupakan rasa rindu dan rasa ragu yang terus menghantuiku jika tak bisa kutahan. Aku memutuskan untuk bergabung di sebuah komunitas penulis “Identity” yang aku tahu dari temanku Nhamy. Komunitas bagi orang-orang yang suka menulis. Aku tidak perlu waktu lama di komunitas itu untuk beradaptasi dan akrab dengan anggota-anggotanya. Perkumpulannya memang tidak tiap hari, cukup seminggu dua kali di kafe-kafe atau di rumah pengurusnya. Rasanya semua bebanku tertuang di sana dan impian yang menjauh dulu seperti mendekat kembali, cukup berusaha keras untuk akhirnya bisa aku jangkau. Impianku sejak dulu memang menjadi seorang penulis novel handal.
             Banyak orang-orang dengan kepribadian yang berbeda-beda kukenal di komunitas itu. Namun ada beberapa orang yang tiba-tiba menjadi dekat denganku, seperti mendapatkan sahabat baru. Ada Reni, karyawan di salah satu perusahaan swasta, yang style nya kurang lebih sama denganku, tomboy dan sembarangan, namun terlihat anggun jika dihadapkan oleh aturan kantor. Dan ada Stefy yang usianya lebih muda dari kami berdua, ia masih semester enam di jenjang kuliah S1 nya. Kami bertiga begitu cepat akrab, menghabiskan waktu bersama di tempat-tempat yang menyatukan perbedaan profesi kami. Entah itu nonton bareng ataupun hunting novel favorit kami masing-masing.
              Aku mulai menulis lagi, aku bertekad menyelesaikannya secepat yang aku bisa. Menulis bab-bab novelku seperti melukis sosok Dira di atas kanvas, hanya saja nama tokohnya aku ubah menjadi Adjie. Itu karena Dira lah inspirator terbesarku. Untuk itu…, aku ingin Dira lah orang pertama yang membaca novel pertamaku ini nantinya jika telah selesai.
             Bicara soal Dira…, aku belakangan mulai terbiasa jauh darinya. Walaupun rasa rindu itu masih tetap ada. Aku tetap suka si cuek itu dan tetap masih mencintainya sepenuh hatiku. Penantian akan datangnya hari itu, hari dimana Dira benar-benar bisa menjadi pendamping hidupku selamanya, masih tetap dan akan selalu berlanjut sampai aku sebagai si bodoh dan dia sebagai si cuek disatukan oleh ikatan pernikahan. Aku tidak berlebihan sebab Dira sendirilah yang membuatku dan menginginkanku bermimpi setinggi itu.

Bandung, April 2011
             Setelah kurang lebih enam bulan sejak kepulangan Dira ke Yogyakarta, aku mendapatkan kabar baik darinya. Kemarin ia menelfonku dengan video call, aku bersyukur karena dia tampak sehat-sehat saja, bahkan ia terlihat semakin tampan dan lebih dewasa. Membuatku tidak sabar bertemu dengannya lagi. Ia bilang, ia akan ke Bandung sekitar pertengahan bulan Juli tepatnya pada liburan semester siswanya. Rasanya ingin melompati bulan Mei dan Juni ke bulan Juli nanti, ingin cepat memutar waktu dan bertemu dengan lovely cuek “Dira”.
Novel yang kutulispun telah selesai setelah empat bulan lebih menghabiskan waktuku dimeja kerja kamarku setiap pulang dari mengajar. Bahkan seringkali membuatku merasa bersalah pada murid-muridku di sekolah lantaran tidak begitu bersemangat mengajarkan materi-materi pelajaran biologi yang harusnya bisa kujelaskan lebih mendetail jika tidak mengantuk dan menguap beberapa kali lantaran pikiran dan tenagaku terkuras habis di depan laptop untuk penulisan novel pertamaku ini sampai dini hari. Ada nama Dira yang kujadikan pembuka novelku. Novel ini lahir dari inspirator terbesarku “Aldira Alamsyah”, untuknya…kuucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.. “Aku mencintaimu selalu cuek, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, dan tak henti mencintaimu..” Seperti itulah kalimat yang kutuliskan di halaman terdepan novelku itu.
          Peluang untukku pun terbuka lebar setelah novelku yang berjudul “Karena Aku Bodoh” itu selesai. Sebuah perlombaan penulisan romantic novel skala nasional diadakan oleh sebuah penerbit dan dengan semangat membara aku mendaftarkan diri dan mengirimkan naskahku ke alamat yang dicantumkan di inbox emailku. Mimpi itu serasa semakin nyaris menjadi kenyataan, cuma butuh beberapa langkah dan usaha lagi. Pengumumannya bisa aku terima bulan Juli mendatang. Entahlah, aku mulai menerka-nerka takdir yang akan diberikan Tuhan dibulan Juli mendatang, mungkinkah Juli menjadi bulan terbaik bagiku? Dira akan datang dan novelku akan menjadi juara di ajang itu. Mungkin terlalu yakin, tapi bukankah itu tidak berlebihan? Aku hanya ingin semuanya membaik di bulan Juli, hubunganku dengan Dira dan begitu juga dengan impianku karena…..aku berulang tahun dibulan itu dan kuharap kedua hal itu adalah kado terbaikku.
*****
            Hari ini aku menghadiri talk show sekaligus promosi novel Dimas Anggara di salah satu pusat perbelanjaan Bandung. Aku dijemput Reni dengan motor Vega-zr putihnya. Langit Bandung tampak mendung, awan-awan terlihat berubah dari putih menjadi abu-abu. Nampaknya hujan akan turun sebentar lagi. Reni menancap gas motornya lebih kencang, seperti memburu cerah sebelum hujan.
            Tetesan hujan sudah mulai terasa, aku dan Reni bergegas masuk ke mall tersebut sebelum hujan semakin deras dan sebelum acara talk show itu dimulai. Dimas Anggara sudah duduk di depan semua orang, dia tidak setampan Dira tapi ia kelihatan berkharisma dan berwibawa persis seperti foto yang terpampang di halaman belakang bukunya. Dia lulusan Sastra UI. Walaupun ini adalah novel pertamanya, tapi sudah menjadi best seller.
Talk show itu berjalan lancar dan aku berhasil dapat tanda tangannya di bukunya yang sudah aku beli beberapa hari yang lalu. Excited, aku seperti bermimpi bertemu langsung dengan novelis favoritku. Rasanya ingin lebih lama lagi, tapi acaranya sudah bubar walaupun aku tidak bisa langsung pulang ke kos akibat hujan yang semakin deras di luar sana. Aku dan Reni memilih membaca buku di gramedia sambil menunggu hujan berhenti.

“Eh Mit, liat deh ke arah sana!” perintah Reni sambil menunjuk sesosok laki-laki yang rasanya tidak asing bagi kami berdua. “Itu bukannya Dimas Anggara yang tadi kan?’
“Bener Ren, waahhh….aku nggak percaya bakalan ketemu dia dua kali berturut-turut hari ini!”
“Kita minta foto yuk”
“Ah, norak akh! Gak deh, kamu aja sana, aku nggak pede!”
“Ya udah, nggak usah, aku juga nggak pede kalo nyapa dia sendiri trus minta foto”.

         Entahlah, sepertinya dia hanya berjalan-jalan sejenak sebelum pulang. Dia mungkin sedang mengecek stok bukunya di gramedia mall ini. Bukunya masih berada di jejeran buku best seller terbaru di bagian depan pintu masuk. Dia memang hebat. Aku dan Reni terus memperhatikan tingkah lakunya. Aku memperhatikan setiap inci sosoknya yang sangat mencerminkan kecerdasannya. Aku mengaguminya, entah kapan novelku bisa diterbitkan seperti novelnya, hmmm….semoga bulan Juli adalah bulan keberuntunganku, gumamku dalam hati sambil memperhatikan lelaki bertubuh tegap itu.
*****
             Aku mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahku, cuaca hari ini benar-benar panas tidak seperti di hari kemarin. Tapi cukup baik untuk melangsungkan aktifitasku hari ini, walaupun hari minggu tapi aku sangat bersemangat untuk bertemu dengan anggota-anggota Identity di festival Jepang, gedung ITTC. Bisa bicara lebih banyak dengan mereka tentang perkembangan kemampuan menulis mereka atau sekedar berfoto-foto bersama.

“Hey Mit, kamu datang juga rupanya”, sapa kak Tio di balik punggungku yang sedikit membuatku kaget.
“Hehehe…iya dong kak, aku bareng Nhamy kok tadi tapi dia ngilang tadi, katanya mau liat-liat”
“Kamu gak mau nanya aku bareng siapa hari ini?”
“Aku tau kok, pasti pacarnya yang dibawa ke kopdaran beberapa minggu yang lalu kan”, jawabku cuek namun bermaksud mengejek.
“O, o, o, o….bukanlah…hari ini aku bareng Dimas Anggara, penulis novel itu tuh yang kemarin abis talk show”
“Bo’ong niiiihh…, lagipula darimana juga kakak kenal sama dia, Dimas itu kan orang Jakarta”
“Bisa lah, orang Dimas itu sepupuan sama aku, dia malah nginapnya di rumahku selama di Bandung”
“Selamat datang di dunia khayal…!!!!!”, kataku tidak percaya.
Tiba-tiba seorang laki-laki tegap menepuk pundak kak Tio, “Eh Yo, pacar lo yah”

Aku mengenal sosok itu, setelah mengucek mataku berkali-kali dan menepuk-nepuk pipiku, aku baru sadar bahwa laki-laki yang ada di hadapanku sekarang adalah benar-benar Dimas Anggara. Penulis novel yang baru kemarin kulihat di talk show nya dan di gramedia. Aku tercekat, mulutku tertutup rapat dan hanya bisa menelan ludah pertanda ketakjuban luar biasa. Mana mungkin kak Tio punya sepupu seorang penulis novel best seller dan selama ini aku tidak tahu?

“Bukanlah, dia temenku, kenalin nih, Mita”
“Hai Mit, aku Dimas”
“ha’..,hai…Mita”, jawabku gugup.

           Sementara anggota lain sibuk berfoto-foto di stan-stan festival itu, aku bertiga memutuskan menikmati kopi hangat di kedai kopi dekat ITTC. Aku mengamati setiap inci wajahnya yang begitu bersemangat menceritakan pengalaman-pengalamannya sebelum dan setelah novel pertamanya terbit. Dia cukup manis dengan lesung di pipi kirinya.

“Kamu harus tahu loh mas, Mita ini lagi nunggu pengumuman pemenang lomba penulisan romantic novel berskala nasional”
“Beneran Mit, wahh…semoga bisa menang yah..paling tidak bisa masuk tiga besar, supaya novelnya bisa diterbitin”, kata Dimas menyemangati.
Wajahku tiba-tiba memerah, sebenarnya aku malu Dimas tahu itu, aku takut akan kalah dan merasa malu padanya. Tapi Tio terlanjur mengatakannya, dan aku sudah tertangkap tanpa bisa melarikan diri lagi.
“Iya, tapi aku belum yakin bisa dapat juara”
“Ah, kamu harus yakin sama diri kamu sendiri, bagaimana bisa orang-orang yakin padamu, kalau kamu sendiri gak bisa”
“Biasa mas, dia emang sering gitu, terlalu merendahkan diri”, sergah Tio.
“Oya, emangnya judul novelnya apa?”
“Karena aku bodoh”, jawabku semangat.
“Hemm…, judulnya menarik, aku jadi penasaran baca naskah kamu, sepenuhnya fiksi yah?”
Aku tersenyum dan segera menimpali, “Sebenarnya…, di dalamnya itu aku bercerita tentang kisah cintaku sendiri, tentang bodoh dan cuek”
“Bodoh? Cuek?”
“Iya…”
“Ya sudahlah, kita liat saja nanti di bulan Juli, semoga kamu bisa berhasil di novel pertamamu”

       Pertemuan dengan Dimas hari itu seperti bonus atas kerja kerasku dari Tuhan, aku bisa mengenalnya dan belajar banyak darinya. Aku harap itu bukan pertemuan pertama dan terakhir, aku masih ingin berbicara banyak tentang tulisan-tulisan dengannya. Dia cukup ramah dan menyenangkan diajak berdiskusi.

*TO BE CONTINUE*